MALI (Arrahmah.id) — Tentara Mali mengatakan telah membunuh 203 anggota militan Islam dalam operasi militer di pusat negara bagian Sahel.
Seperti dilansir Al Jazeera (2/4/2022), operasi militer digelar pada hari Jumat (1/4) di wilayah Mora dari 23 hingga 31 Maret. Operasi juga menangkap 51 orang dan menyita sejumlah besar senjata, menurut pernyataan militer.
Pengumuman itu muncul ketika banyak laporan media sosial di Mali pekan ini menuduh bahwa puluhan orang, termasuk warga sipil, telah tewas di Mora.
Kantor berita AFP tidak dapat memverifikasi jumlah korban tewas yang diklaim tentara atau laporan media sosial.
Akses yang buruk ke daerah konflik Mali dan relatif kurangnya sumber informasi independen membuat angka yang diberikan oleh pemerintah atau kelompok bersenjata sulit untuk dikonfirmasi.
“Militer Mali mengeluarkan pernyataan setelah desas-desus di media sosial bahwa 300 warga sipil tewas di desa Mora. Mereka juga mengatakan mereka menetralisir lebih dari 300 ‘teroris’,” kata Nicholas Haque dari Al Jazeera.
Haque mengatakan bahwa daerah itu dikendalikan oleh kelompok-militan yang terkait dengan al Qaeda dan Islamic State (ISIS).
“Tetapi tantangannya adalah tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi, hanya ada sedikit akses ke area di mana operasi ini berlangsung. Sejumlah jurnalis asing telah diusir ke luar negeri karena melaporkan apa yang terjadi di Mali. Jurnalis menuduh telah ada penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum oleh militer Mali.”
Menurut sebuah laporan yang dilihat oleh AFP, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres baru-baru ini memperingatkan Dewan Keamanan bahwa upaya kontraterorisme Mali memiliki “konsekuensi bencana bagi penduduk sipil”.
“Laporan Human Rights Watch menyatakan adanya penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum terhadap warga sipil oleh tentara Mali dan “tentara kulit putih” yang tidak bisa berbahasa Prancis,” kata Haque.
“Ini membuat operasi PBB, yang merupakan yang paling mahal dan terbesar dalam sejarahnya, berada dalam situasi yang sedikit rumit. Ada perasaan tidak nyaman di antara banyak orang di PBB.”
Misi penjaga perdamaian PBB, yang dikenal sebagai MINUSMA, mengatakan keamanan di Mali telah “sangat memburuk” terutama di daerah perbatasan dengan Burkina Faso dan Niger.
Sejak tahun 2012 Mali yang berpenduduk sekitar 21 juta orang mengalami pergolakan bersenjata. Petak luas negara itu diperebutan antara pemerintah Mali dengan kelompok pemberontak dan milisi Islam. (hanoum/arrahmah.id)