KUALA LUMPUR (Arrahmah.id) – Malaysia telah menolak edisi terbaru dari ‘peta standar Cina’ yang mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, termasuk wilayah-wilayah yang terletak di lepas pantai Kalimantan Malaysia.
Ketegangan telah meningkat di perairan yang strategis dan penting ini karena Cina telah menjadi semakin tegas dalam klaimnya meskipun ada keputusan pengadilan internasional pada 2016 yang menyatakan bahwa apa yang disebut sebagai ‘sembilan garis putus-putus’ tidak memiliki dasar hukum dan digantikan oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Dalam beberapa tahun terakhir, Cina telah membangun pos-pos militer di singkapan-singkapan berbatu dan mengerahkan pasukan penjaga pantai dan milisi maritimnya, yang terkadang menimbulkan konfrontasi dengan negara-negara penuntut lainnya, termasuk Malaysia dan Filipina. Vietnam, Brunei dan Taiwan juga memiliki klaim atas laut tersebut, lansir Al Jazeera (31/8/2023).
Malaysia menyatakan bahwa peta baru tersebut, yang dengan jelas menggambarkan sembilan garis putus-putus, menunjukkan “klaim maritim sepihak Cina” dan tumpang tindih dengan klaim Malaysia atas negara bagian Sabah dan Sarawak.
“Malaysia tidak mengakui klaim Cina di Laut Cina Selatan sebagaimana diuraikan dalam ‘peta standar Cina edisi 2023’ yang meluas hingga ke wilayah maritim Malaysia,” kata kementerian luar negeri dalam sebuah pernyataan pada Kamis malam. “Peta tersebut tidak memiliki efek mengikat bagi Malaysia.”
Garis sembilan garis putus-putus berbentuk lidah tersebut didasarkan pada catatan sejarah Cina yang berasal dari dinasti Xia, hampir 4.000 tahun yang lalu.
India telah mengajukan protes keras atas peta baru Cina, yang dikatakannya menunjukkan negara bagian Arunachal Pradesh di India dan dataran tinggi Aksai Chin sebagai wilayah resmi Cina. Kedua negara ini telah berselisih mengenai perbatasan mereka selama beberapa dekade dengan bentrokan yang dilaporkan terjadi baru-baru ini pada 2020.
“Kami menolak klaim-klaim ini karena mereka tidak memiliki dasar. Langkah-langkah seperti itu dari pihak Cina hanya memperumit penyelesaian masalah perbatasan,” kata juru bicara kementerian luar negeri India, Arindam Bagchi dalam sebuah pernyataan.
Ditanya mengenai kritik India, Beijing mengatakan bahwa peta tersebut mencerminkan “pelaksanaan kedaulatan Cina sesuai dengan hukum”.
“Kami berharap pihak-pihak terkait dapat tetap objektif dan tenang, dan menahan diri untuk tidak menafsirkan masalah ini secara berlebihan,” ujar juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin kepada media dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (30/8).
Dalam pernyataannya, Malaysia mengatakan bahwa masalah kedaulatan Laut Cina Selatan adalah masalah yang “kompleks dan sensitif” dan perlu diselesaikan melalui dialog dan konsultasi sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS.
Malaysia mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk melakukan negosiasi lebih lanjut untuk kode etik yang “efektif dan substantif” di Laut Cina Selatan yang mengarah pada kesimpulan yang “cepat”.
Malaysia mengatakan akan terus mengeksplorasi minyak dan gas di lepas pantai Kalimantan meskipun ada ancaman dari Cina. Pada 2021, Malaysia memanggil duta besar Cina untuk memprotes “kehadiran dan aktivitas” kapal-kapal Cina di zona ekonomi eksklusif (ZEE) di lepas pantai Kalimantan.
Cina juga telah menyebabkan kekecewaan di Filipina dengan aktivitasnya di Laut Cina Selatan.
Sejumlah insiden telah dilaporkan terjadi di sekitar Second Thomas Shoal, yang dikenal sebagai Ayungin Shoal di Filipina, yang terletak sekitar 200 km (124 mil) dari pulau Palawan di Filipina dan lebih dari 1.000 km (621 mil) dari Pulau Hainan, daratan utama Tiongkok yang terdekat.
Awal bulan ini, Manila memanggil duta besar Tiongkok setelah penjaga pantai Tiongkok menembakkan meriam air ke sebuah kapal yang mencoba memasok kembali pelaut Filipina di sana, sementara pada Februari, Manila mengajukan protes setelah menuduh Tiongkok mengarahkan “laser kelas militer” ke kapalnya.
Beijing mengambil alih kendali Scarborough Shoal dari Filipina setelah kebuntuan selama berbulan-bulan pada 2012, setelah merebut Mischief Reef pada tahun 1995. Mereka merebut Kepulauan Paracel dari Vietnam pada 1974. (haninmazaya/arrahmah.id)