KUALA LUMPUR (Arrahmah.com) – Malaysia telah melarang sebuah edisi komik Jepang Ultraman karena komik itu dianggap bisa mengganggu “ketertiban umum”, merujuk kepada superhero yang mempunyai kekuatan lebih yang disamakan dengan “Allah”.
Edisi bahasa Melayu dari “Ultraman, Ultra Power” mengandung unsur-unsur yang dapat merusak ketertiban umum dan moral, Kementerian dalam negeri Malaysia, yang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan sensor, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Agence France Presse (AFP), sebagaimana dilansir oleh onislam pada Sabtu (8/3/2014).
“Ultraman diidolakan oleh banyak anak-anak, dan menyamakan dia dengan Allah akan mengacaukan pemuda Muslim dan merusak iman mereka,” tegasnya dalam sebuah pernyataan.
Ultraman adalah superhero fiksi Jepang yang berjuang melawan monster “Kaiju” yang berukuran sebesar gedung pencakar langit, dan pertama kali muncul di televisi pada tahun 1960-an.
Komik ini mendapatkan popularitas di seluruh dunia, termasuk di Malaysia, di mana versi tersebut sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Melayu, dan diputar di TV, sementara buku komiknya juga diterjemahkan ke dalam bahasa nasional.
Kementerian dalam negeri Malaysia mengatakan buku komik Ultraman yang lainnya tidak berpengaruh dan hanya edisi yang bersangkutan saja yang dilarang. Masalah seputar komik fiksi Ultraman ini dimulai ketika gambar yang terlihat di sebuah edisi, yang terdapat di media sosial, yang menggambarkan Ultraman: “Dia dianggap, dan dihormati, sebagaimana Allah untuk semua pahlawan Ultra”.
“Karakter Ultraman itu sendiri tidak dilarang dan hanya edisi ini yang dilarang,” kata kementerian dalam negeri Malaysia. Siapa pun yang tertangkap mendistribusikan buku tersebut bisa dipenjara selama tiga tahun, dia memperingatkan.
Malaysia memiliki populasi hampir 26 juta, dengan orang Melayu, sebagian besar umat Islam, membentuk hampir 60 persen. Penggunaan kata “Allah”, kata Arab untuk Tuhan, dalam publikasi Kristen dalam bahasa Melayu lokal telah menjadi isu kontroversial di Malaysia. Oktober lalu, sebuah putusan pengadilan Malaysia juga melarang surat kabar Katolik menggunakan istilah tersebut. (ameera/arrahmah.com)