KUALA LUMPUR (Arrahmah.com) – Malaysia telah berencana untuk menghasilkan lebih banyak lagi data scientists untuk mendorong upaya menjadikan Malaysia sebagai pusat pengelolaan data sehingga dapat merintis peluang ekonomi baru dalam skala global. Kata Menteri Komunikasi dan Multimedia Datuk Ahmad Shabery Cheek mengatakan kepada Bernama, (15/11/2013)
Dia mengatakan bahwa hal tersebut adalah keinginan Perdana Menteri Datuk Seri Najib Abdul Razak untuk melihat Malaysia tidak hanya sebagai konsumen di sektor teknologi informasi tetapi juga sebagai pemain utama dalam pengembangan IT.
“Pendidikan juga harus diarahkan ke arah itu. Sampai sekarang, kami telah mengirimkan anak-anak kami untuk menjadi insinyur, ahli kimia dan insinyur aeronautika.”
“Belum ada rencana dalam skala besar untuk mengirimkan siswa kami untuk menjadi data scientists, Kita harus melakukan itu,” katanya dalam sebuah wawancara dengan Bernama, (15/11/2013).
Ahmad Shabery mengatakan bahwa pemain utama pengembangan IT di Silicon Valley, San Francisco, Amerika Serikat membutuhkan sekitar 200.000 data scientists dan Malaysia juga harus serius menghasilkan banyak data scientists untuk menjadikan Malaysia sebagai pusat manajemen data global.
Ahmad Shabery mengatakan ilmu data merupakan bidang baru namun dengan kolaborasi antara pendidikan dan departemen terkait lainnya, upaya untuk menghasilkan ilmuwan data akan terwujud.
Dia mengatakan manajemen data adalah prospek baru yang harus mendapat perhatian serius dalam industri global saat ini. Malaysia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat manajemen data, dimana Malaysia memiliki kelebihan dalam hal ruang, infrastruktur dan insentif dari pemerintah, katanya.
Ahmad Shabery mengatakan negara-negara tertentu menghadapi hambatan dalam penyimpanan data dan manajemen, tetapi kemampuan yang ada di Malaysia sangat kondusif untuk menjadi pusat pengelolaan data.
“Ruang untuk penyimpanan data sebesar lima kali lapangan sepak bola. Singapura, misalnya, tidak memiliki ruang tersebut. Di Jepang, banyak data yang tersimpan telah hancur akibat gempa bumi dan banjir besar.
Jadi , mereka mencari ruang untuk menyimpan data, dan Malaysia dipandang sebagai pilihan untuk dijadikan pusat manajemen data, ” katanya.
Ahmad Shabery mengatakan bahwa selama kunjungannya ke Silicon Valley di San Francisco dan ketika memimpin pertemuan Global Science and Innovation Advisory Council (GSIAC) , Najib menekankan pentingnya upaya terus-menerus untuk mengubah Malaysia menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan meningkatkan kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan inovasi.
“Semua data yang kita gunakan di Internet , Google , YouTube , GPS , WhatsApp dan sebagainya disimpan, dianalisis dan memiliki nilai mereka sendiri,” katanyA.
Dia juga menambahkan bahwa data ini, dikenal sebagai ‘big data’ , yang dianalisis untuk menciptakan peluang ekonomi baru.
“Saya memamahi bahwa mereka menghabiskan antara US $ 200 miliar dan US $ 300 miliar untuk program ‘ big data ‘ ini; itu mirip di Inggris, Australia dan negara-negara maju lainnya.
“Kalau Malaysia ingin memimpin dan menjadi pemain utama, maka kita harus mempersiapkan ‘ big data’ ini,” katanya.
Ahmad Shabery mengatakan bahwa para ilmuwan data yang akan menganalisis data dan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat global di berbagai bidang, meliputi pendidikan, kedokteran, sosial dan sebagainya.
Dia mengatakan bahwa saat menemani Najib dalam kunjungannya di Silicon Valley, dia belajar bahwa keberhasilan banyak pengusaha adalah karena mereka mampu menganalisis data dan menerapkannya dalam produk dan layanan global.
“Orang-orang muda berusia 20-an telah menjadi miliarder, seperti pendiri Facebook dan Twitter misalnya, dan setiap hari mereka datang dengan ide-ide baru dari data yang tersedia,” katanya.
Malaysia, katanya, harus melihat pentingnya ilmuwan data dalam upaya untuk mengubah negara ini menuju era perkembangan global. (ameera/arrahmah.com)