Oleh Ustadz Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
(Arrahmah.com) – Dalam terminologi Islam, musibah artinya semua bencana yang menimpa dan dibenci manusia, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Setiap perkara yang menyakiti manusia adalah musibah.”
Kata musibah disebutkan pada sepuluh ayat di berbagai surat Al-Qur’an, dan semuanya bermakna kemalangan, musibah, dan bencana yang dibenci manusia. Namun demikian, musibah tidak akan menimpa seseorang kecuali atas izin Allah Swt.
Allah Swt berfirman: “Apa saja bencana yang menimpa seseorang hanyalah terjadi dengan izin Allah. Siapa saja yang beriman kepada Allah, pasti hatinya akan mendapat hidayah. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs. At-Taghâbun [64]: 11).
Maka terjadinya bencana yang susul menyusul dalam musim haji 1436 H, menyisakan duka yang menghentak jiwa kita. Setelah insiden robohnya mesin derek (crane) di Masjidil Haram yang menyebabkan 111 orang meninggal dan 350 orang luka-luka, kemudian hotel penginapan terbakar, lalu ratusan tenda di Arafah roboh diterpa badai gurun.
Menyusul tragedi Mina pada Kamis 24 September 2015, kurang dari 2 minggu pasca-tragedi jatuhnya crane di Masjidil Haram, merupakan yang terparah dalam kurun waktu seperempat abad sejak 1990. Sebanyak 769 jamaah haji wafat dan 863 lainnya luka-luka akibat terinjak-injak saat dua arus jamaah dari Jalan 204 dan 223 yang menuju Jamarat, tempat melempar jumrah bertabrakan.
Peristiwa nahas tersebut terjadi pada pk 07.30. waktu setempat. Bermula di Jalan 204 yang bersimpangan dengan Jalan 223. Di jalan tersebut menuju lokasi jumrah, jamaah membeludak, desak-desakan, dan terjadi aksi saling dorong. Itulah yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.
Terjadinya tragedi Mina agak janggal. Pengalaman dari beberapa kali terjadi musibah sebelumnya, kecelakaan biasanya terjadi di seputar Jamarat. Namun, insiden kali ini terjadi jauh dari lokasi pelemparan jumrah. Apa yang menyebabkan jumlah jamaah membeludak di lokasi jalan simpang 204 itu?
Makar Syi’ah
Sebagai orang beriman, kita meyakini bahwa musibah terjadi hanya atas izin Allah. Namun, manusia punya andil dalam setiap peristiwa bencana itu.
“Wahai Manusia, bencana apa saja yang menimpa diri kalian, maka bencana itu adalah hasil kerja tangan-tangan kalian. Namun demikian amat banyak kesalahan-kesalahan kalian yang dimaafkan oleh Allah.” (Qs. Asy-Syura [42]:30)
Secara obyektif, pemerintah Arab Saudi sebenarnya telah berupaya memperbaiki kualitas penyelenggaraan ibadah haji serta kuantitas daya tampung. Termasuk merenovasi jembatan Jamarot, membuat sistem jalur untuk melempar jumrah, menyediakan Kereta Api, tenda AC, juga WC di Arafah yang dibuat secara massal. Namun, arus jamaah haji yang menuju lokasi jumrah saban tahun selalu lebih besar dibanding infrastruktur yang tersedia.
Otoritas Kerajaan Arab Saudi telah menyiapkan rencana lalu lintas terintegrasi menyusul dihapuskannya jalur jemaah dari Padang Arafah menuju Mina, yang berjarak 14,4 kilometer.
Salah satu terowongan yang menjadi pintu masuk ke wilayah Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) yaitu terowongan King Fahd, ditutup bagi kendaraan. Hanya pejalan kaki yang bisa melalui daerah tersebut.
Lalu, tragedi Mina terjadi juga, ulah siapa? Menteri Kesehatan Arab Saudi, Khaled al-Falih menyatakan, terjadinya tragedi itu akibat ketidakdisiplinan Jemaah Haji. Ia mengatakan, “insiden bisa dihindari jika mereka mengikuti instruksi.” “Tindakan keamanan di Mina sudah teruji dan mantap,” ujarnya.
Sejumlah saksi mata di lokasi kejadian mengatakan, bahwa insiden diawali dengan terburu-burunya para Jamaah Haji dari Iran untuk melewati dan menerobos rute jamaah lainnya. Mereka menolak diatur saat diminta kembali ke rute yang sudah ditentukan.
“Jamaah dari Iran tidak mendengarkan dan mengabaikan instruksi, kemudian bentrok dengan kami dan meneriakkan slogan-slogan revolusi sebelum terjadinya insiden,” ungkap seorang pejabat keamanan Saudi seperti dikutip Sabq.org, Jumat (25/9).
Dalam sebuah tweet bertanggal 10 September 2015 (14 hari sebelum tragedi Mina) akun berinisial ( منشق عن حزب الله ) ‘Pembelot Dari Hizbullah’ menuliskan pengalamannya, yang kemudian diterjemahkan oleh seorang mahasiswa Indonesia, program doctoral di Universitas Madinah, Musyaffa Ad-Darimi, Lc, MA isi lengkap tweet berbahasa Arab tersebut.
“Asalnya ada suara teriakan dari Jamaah Haji, yang meneriakkan agar rombongan Jamaah Haji dari Iran memutar arah ke belakang, karena arah mereka berlawanan dengan arah para Jamaah Haji lain yang menggunakan jalan yang sama untuk menuju ke Jamarot. Inilah sebab utama terjadinya musibah di Mina.
Ya, waktu itu saya berada di tempat kejadian, dan saya melihat sendiri apa yang terjadi. Memang seperti itulah cara Jamaah Haji Iran setiap tahun. Mereka selalu menyelisihi kaum muslimin.
Travel-travel Iran selalu menyelisihi kaum muslimin. Mereka melempar jamarot, kemudian kembali (lawan arah) melewati jalan yang sama yang dipakai oleh Jamaah Haji lain untuk berangkat melempar jamarot. Inilah sebab terjadinya keramaian itu. Catatan hitam sejarah Syi’ah di tanah suci bukan perkara baru, karenanya tidak jauh kemungkinan ada konspirasi Syi’ah internasional.”
Indikasi makar dan konspirasi Syi’ah internasional, diperkuat dengan testimoni Farzad Farhangian, mantan diplomat Isran. Farzad mengungkapkan rencana Iran untuk mengacaukan Jemaah Haji, sengaja untuk mempermalukan Arab Saudi.
Seperti dilansir kolalwatn.net pada Rabu (22/09/2015), rencana jahat itu dilakukan dengan memprovokasi ISIS melalui intelijen Iran. Mereka diarahkan agar menghancurkan tenda-tenda haji Syiah Iran dan Irak.
“Dalam pertemuan itu disepakati bahwa momentum paling tepat untuk menghancurkan rezim Saudi adalah pada musim haji ini. Jika hal itu tidak dilakukan maka mereka akan kehilangan misi besarnya,” tulis Farzad Farhangian dalam akun Twitternya.
Pertemuan besar itu melibatkan semua pemimpin keamanan dengan Ali Khamenei yang juga diikuti oleh Qassem Soleimani, Ali Akbar Velayati, Ali Larijani, dan Alaeddin Boroujerdi seminggu setelah Ramadhan tahun ini.
“Ada informasi yang sangat berbahaya dan telah disepakati, yaitu menggerakkan ISIS yang didanai oleh Khamenei untuk melakukan pemboman dan pembunuhan, khususnya di kamp-kamp Iran atau orang-orang Syi’ah dari negara lainnya di daerah Mina atau Arafah,” ungkap Farzad.
“Hal ini bertujuan agar para jama’ah Iran, Iraq serta orang-orang Syi’ah dari negara lain menimbulkan kerusuhan sebagai bentuk protes atas tindakan Saudi membantu Pemerintah resmi Yaman,” tambahnya.
Menurut Farzad, rencana ini bertujuan jahat, menunjukkan pada dunia Islam bahwa pemerintah Arab Saudi tidak becus melindungi keamanan tempat-tempat suci umat Islam.
“Saya tidak akan menyembunyikan informasi ini kepada siapapun. Yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah seorang pengecut. Mereka menginginkan pemerintahan Saudi hancur walaupun harus mengorbankan ribuan nyawa,” pungkas Farzad.
Simpati dan Kecaman
Peristiwa tragis yang terjadi di kala dua juta Muslim sedang menyelesaikan rangkaian akhir ibadah haji, mengundang keprihatinan dari banyak negara. Ucapan belasungkawa, bahkan kritik mengalir dari tokoh-tokoh dunia.
Pemimpin Katholik Paus Franziskus, yang sedang melawat ke Amerika Serikat menyatakan turut berdukacita dan solidaritas dengan dunia Muslim atas tragedi itu. Juga Gedung Putih dan sekjen PBB Ban Ki Moon menyampaikan ucapan dukacita serupa.
Paus Franziskus menyebutkan kedekatannya dengan umat Muslim menghadapi tragedi ini. “Saya ingin menyampaikan rasa kedekatan saya dengan mereka yang tengah menderita di Mekkah,” ujarnya, seperti dikutip Al Jazeera, Jumat (25/9/2015). “Dalam momen ini, saya bersatu dengan kalian untuk berdo’a kepada Tuhan,” lanjutnya.
Di sisi lain, Iran yang mengaku lebih 100 orang jemaah Haji Syi’ah meninggal dalam tragedi Mina, mengecam keras manajemen haji pemerintah Arab Saudi. Ayatullah Ali Khamenei, pimpinan tertinggi Syi’ah Iran dalam pernyataan yang dilansir pada situs webnya menulis: “Pemerintah Saudi harus bertanggung jawab atas kecelakaan menyedihkan itu. Kesalahan manajemen serta aksi tidak cepat tanggap memicu tragedi itu”.
Kecaman Ali Khamenei kian berbisa. “Pemerintah Arab Saudi punya kewajiban untuk bertanggungjawab atas kejadian ini. Mereka jelas tidak bisa mengurus dan bertindak tidak kompeten dalam mengatur ibadah haji,” ujarnya, seperti dikutip Al-Monitor, Jumat (25/9/2015).
Kemarahan pimpinan Syi’ah ini menemukan momentum yang tepat untuk dilampiaskan. Pertama, dendam politik terhadap Arab Saudi yang memimpin aliansi negara-negara Arab untuk menyerang Syi’ah Houtsi di Yaman. Kedua, merusak citra Kerajaan Saudi Arabia guna memenuhi ambisinya untuk tujuan internasionalisasi pengelolaan haji.
Akan tetapi, orang-orang yang berakal sehat tentu sikapnya berbeda dengan Sang Ayatollah. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan misalnya. Ia mengeluarkan pernyataan yang membela Arab Saudi soal penyelenggaraan haji tahun ini.
“Saya tidak bersimpati dengan pernyataan yang bermusuhan terhadap Saudi,” kata Erdogan pada wartawan, Jumat (25/9/2015), seperti dikutip dari Hurriyet Daily News.
“Adalah keliru menyebut jika Saudi tidak melakukan yang terbaik dalam melayani jamaah haji,” lanjut Erdogan. “Anda harus melihat semua masalah secara keseluruhan. Arab Saudi akan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah ini,” tegas Erdogan.
Benar, Raja Saudi Arabia Salman bin Abdul Aziz telah memerintahkan investigasi serius atas tragedi Mina.
“Kami memerintahkan pengkajian ulang semua perencanaan dan pelaksanaan, baik dalam organisasi maupun di bidang manajemen, untuk meningkatkan kelancaran ibadah haji,” ujar penguasa Haramain itu. Raja Salman menegaskan: “Ini kecelakaan menyedihkan, dan kami juga memerintahkan investigasi serius serta melaporkan hasilnya secepatnya”.
Dunia Islam menuntut, Raja Salman dapat segera memenuhi janjinya. Bukan hanya menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan Saudi Binladin Group terkait jatuhnya crane di Masjidil Haram.
Akan tetapi yang lebih penting, menjatuhkan sanksi kepada Iran mengingat hampir setiap musim haji, Syiah Iran melakukan makar dan membuat onar. Tidaklah adil bagi umat Islam, bila penguasa Al-Haramain memberikan visa haji kepada sekte Syi’ah, padahal selain membuat rusuh, mereka juga mengganggu Jamaah Haji lain dengan teriakan jahiliyah, mengganti syiar talbiyah tauhid dengan talbiyah syirik, “labbayka ya Husein, ya Zaenab…”
Wallahu a’lam bish shawab…
(*/arrahmah.com)