TRIPOLI (Arrahmah.com) – Majelis Nasional Libya mengklaim telah memilih untuk menjadikan Syariah (hukum Islam) sebagai landasan dari semua undang-undang dan institusi negara, sebagaimana dirilis oleh Aljazeera dan Reuters, Rabu (4/12/2013).
Ruang lingkup dari keputusan The General National Congress (GNC) yang diumumkan pada Rabu (4/12), masih belum jelas, tetapi sebuah komite khusus akan meninjau semua undang-undang yang ada untuk menjamin bahwa mereka mematuhi hukum Islam.
“Hukum Islam adalah sumber hukum di Libya,” klaim GNC dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara. “Semua lembaga negara harus mematuhi hal ini.”
Keputusan tersebut dapat mempengaruhi sistem perbankan, pidana dan hukum keuangan. Salah satu reformasi yang spesifik mungkin termasuk perubahan peraturan keuangan Islam yang menghindari bunga dan spekulasi.
Libya telah dalam keadaan transisi selama dua tahun, dengan tidak ada konstitusi baru, sejak konflik yang menggulingkan Muammar Qaddafi.
Keputusan GNC datang sesaat sebelum pemungutan suara untuk membentuk sebuah komite 60 anggota yang akan menyusun konstitusi baru.
Seperti di Tunisia dan Mesir di mana para pemimpin otokratis yang digulingkan dalam konflik “Arab-Spring”, Libya telah melihat perdebatan sengit atas peranan Islam dalam sistem demokrasi baru mereka.
Partai Keadilan dan Pembangunan Ikhwanul Muslimin adalah salah satu kekuatan yang paling terorganisir di Libya dan mempromosikan hukum Islam.
Tapi Aliansi Front Nasional yang berhaluan sekuler, yang dibentuk setelah konflik, menyerukan untuk konstitusi yang lebih liberal.
Tidak seperti hukum Barat yang dikodifikasi , sistem hukum Islam (syari’ah) berpedoman pada Al Qur’an, Hadist Nabi, Ijma’ shahabat dan qiyash. (ameera/arrahmah.com)