BEKASI (Arrahmah.com) – Wakil Walikota (Wawali) Bekasi Ahmad Syaikhu, akhirnya menerima kunjugan ormas Islam Majelis Mujahidin, TPM dan DKM Masjid Muhammad Ramadhan, Senin (5/5/2014), setelah menunggu selama 4 jam lamanya. Kunjungan ini dimaksudkan untuk audiensi dan klarifikasi terkait perampasan Masjid MMR oleh Pemkot Bekasi Ahad (20/4/2014) lalu.
Dalam audiensi itu, Ketua LPW Majelis Mujahidin Jabodetabek, ustadz Abdullah Robbani membacakan di hadapan Ahmad Syaikhu dan jajarannya rilis Majelis Mujahidin yang berjudul Konspirasi premanisme Pemkot Bekasi merampas Masjid Muhammad Ramadhan Bekasi, sepanjang 2 halaman.
Diujung penyampainnya ustadz Abdullah menanyakan kepada Wawali, apa landasan hukum Pemkot Bekasi mengambil alih Masjid Muhammad Ramadhan?
Selanjutnya Ketua DKM MMR DR. Muhammad Nanang Prayudyanto memaparkan beberapa hal diantaranya, tentang riwayat wakaf bangunan masjid MMR yang dari semula terpisah antara DKM MMR dengan Yayasan Islam Al Anshor (YIA). Peribadatan di MMR yang sudah ditata sesuai Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam, sumber dana MMR yang berasal dari ummat Islam, aksi-aksi sosial dan pembinaan aqidah ummat oleh MMR dan lain-lain.
Selanjutnya diputar pula melalui komputer jinjing dihadapan Wawali tayangan video berdurasi dua puluh menit tentang perampasan MMR yang dibuat oleh DKM MMR dan TPM.
Ahmad Syaikhu saat merespon uraian dan pertanyaan dari peserta pertemuan mengatakan, “Apa yang terjadi di sana itu terjadi pada lahan tanah Fasos Fasum ya,” ujarnya.
“Kalau wakaf ada nazirnya, kalau tanah fasos fasum ada penanggung jawabnya yang secara formal,” tambahnya.
Secara formal penanggung jawab tanah fasos fasum yang ada satu hamparan itu diserahkan kepada satu badan hukum dalam hal ini diserahkan kepada Yayasan Islam Al Anshor.
Sementara itu, sesungguhnya pemerintah Bekasi tidak mau turut campur dengan urusan MMR dan YIA. Hal ini dikemukakan Kabag Kesos Pemkot Bekasi Ahmad Yani. “Kalau pemerintah mau mengurus-urus yang seperti begini kelihatannya capek sekali,” kata Ahmad Yani.
Pria yang mengaku sudah 15 tahun kenal dengan DR. Nanang ini menyebut tidak tahu menahu ketika rapat dengan pengurus YIA ternyata tidak ada unsur dari DKM MMR. Katanya dia disitu hanya diundang. “Dikira yayasan dengan masjid itu sudah ada kesepakatan lah bagaimana masjid ini,” ucapnya.
Yani juga menjelaskan keingininan Pemkot Bekasi menyatukan dua visi misi yang agak berbeda sehingga bersatu. Maka jalan tengahnya Pemkot Bekasi mengambil alih karena juga ada hubungannya dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial tanah tempat berdirinya MMR itu.
Hal fundamental dalam pertemuan itu, baik Syaikhu maupun Yani tidak bisa menjawab pertanyaan substansial delegasi Majelis Mujahidin, DKM MMR dan TPM, yakni apa landasan hukum Pemkot Bekasi mengambil alih MMR?
Cacat hukum lainnya adalah tidak adanya payung hukum dalam hal Pemkot Bekasi mengerahkan aparatnya dari mulai Satpol PP hingga Brimob di Ahad (20/4/2014) itu. Bahkan sampai hari ini pun (kemarin-red), sudah berlalu 25 hari, pihak Pemkot tidak bisa menunjukkan surat landasan hukum itu – yang saat aksi perampasan katanya sudah ada namun belum ditandatangani tersebut – saat seorang peserta rapat dari TPM mendesak Saikhu. Artinya Pemkot Bekasi bergerak mengerahkan aparatnya tanpa payung hukum, sebuah pelanggaran. Jika demikian, akankah aksi ini bergerak ke ranah hukum?
Pertanyaan lanjutan, ketika pemerintah seharusnya netral dalam menyikapi perselisihan diantara warga masyarakatnya, dalam kasus DKM MMR dengan YIA apakah netralitas ini tampak pada Pemkot Bekasi? (azm/arrahmah.com)