JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Mujahidn dalam suratnya kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. H. M. Tito Karnavian, M.A., Ph.D. meinta agar polisi menangkap Sidney Jones untuk diperiksa oleh Polri guna mempertanggung jawabkan fitnah dan provokasinya terhadap solidaritas umat Islam dalam bentuk demonstrasi damai Bela Islam Lawan Penista Al-Qur’an, 4 November 2016 besok.
Majelis Mujahidin memohon Kapolri untuk mewaspadai operasi politik Sidney Jones melalui ICG, jangan sampai membiarkan agen asing menggunakan cover sebagai analis dan peneliti ICG mengobok-obok dan mengancam stabilitas negara, sebagaimana terbukti track record buruk Sidney Jones sebelumnya di Indonesia.
“Jika terjadi kerusuhan pada unjuk rasa damai Bela Islam II, 4 November 2016 sebagai wujud solidaritas umat Islam mengawal pernyataan MUI tentang perbuatan Ahok yang menista Al-Qur’an, maka Polri hendaknya menangkap Sidney Jones, guna penyelidikan dan penyidikan sebagai pemantik kerusuhan, mengadu domba pemerintah dan rakyatnya,” tulis Majelis Mujahidin.
Pada akhir suratnya kepada Kapolri majelis Mujahidin menyebut surat ini sebagai kontribusi terhadap keamanan dan stabilitas negara. Supaya mendapatkan perhatian dalam mengantisipasi penyusupan agen asing dengan memanfaatkan keprihatinan umat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya berkaitan dengan berlarut-larutnya penindakan terhadap Penista Kitab Suci dan Ulama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, agar tidak memperburuk situasi dan kondisi NKRI.
Diketahui, menghadapi gelombang kemarahan umat Islam menuntut keadilan pemerintah atas penistaan Ahok terhadap ayat Al-Qur’an dan Ulama dengan melakukan unjuk rasa damai 4 November 2016, seorang pengamat asing Sidney Jones memancing di air keruh. Dia sengaja menebar teror, fitnah dan memecah belah umat jelang unjuk rasa 4 November 2016 di Jakarta.
Dalam diskusi bertajuk “Ancaman Terorisme dan Radikalisme di Pilgub DKI Jakarta” yang diselenggarakan The Wahid Institute di Taman Amir Hamzah No.8, Matraman, Jakarta, Selasa (1/10), Sidney Jones menuding secara provokatif:
“Ada foto kelompok Jaisy Al Fath beredar di Suriah yang bertuliskan ‘Tangkap Ahok atau Peti Mati Ahok’. Kalau melihat fakta tersebut, gerakan 4 November nanti memang berpotensi ditunggangi oleh kelompok kelompok garis keras,” katanya.
Menurutnya, foto terkait Ahok yang beredar di Suriah tersebut bukanlah kelompok ISIS tetapi kelompok Al Nusra yang terkait Abu Jibril yang anaknya tewas di Suriah. Dengan asumsi itu, lalu Sidney Jones menilai demonstrasi besar-besar pada 4 November 2016 berpotensi ditunggangi kelompok garis keras.
Sidney Jones telah melakukan peran ganda, sebagai peneliti sekaligus intel provokatif yang memprovokasi massa unjuk rasa damai 4 November 2016 untuk bertindak radikal dan anarkhis. Foto yang belum dibuktikan kebenarannya tersebut dijadikan bukti bahwa gerakan menentang Ahok dan demo 4 November 2016 ditunggangi oleh kelompok radikal.
Selain itu, dia juga memfitnah wakil Amir Majelis Mujahidin ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman berafiliasi ke Al Nusra di Suriah dengan menunjukkan foto kelompok Jaisy Al Fath di Suriah yang bertuliskan ‘Tangkap Ahok atau Peti Mati Ahok’, meski belum dibuktikan kebenaran foto tersebut, ataukah justru foto ‘buatan’ Sidney Jones sendiri sebagai agen ICG di Indonesia.
(Lihat:http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/11/1/ofygdt377-beredar – tulisan-peti-mati-ahok-di-suriah-ini-kata-sydney-jones, Selasa 01/11 2016, 15:46 WIB).
Agen International Crisis Group (ICG) Sidney Jones memiliki catatan buruk, dua kali diusir dan dicekal masuk ke Indonesia. Pertama, sengaja mengobok-obok Indonesia melalui kasus separatis Aceh dan Papua, mengganggu stabilitas dan keamanan Negara, menjual informasi ke luar merugikan negara. Sehingga melalui evaluasi Badan Intelijen Negara, Kepala BIN AM Hendropriyono merekomendasikan agar tidak memperpanjang masa tinggalnya di Indonesia lagi.
Kedua, setelah meninggalkan Indonesia 6 Juni 2004, Sidney kembali tinggal di Indonesia 22 Juli 2005 dan melakukan berbagai tindakan yang tidak terpuji, sehingga mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Akhirnya diusir kembali 24 November 2005 pada masa Menkum dan HAM Hamid Awaludin.
(azmuttaqin/arrahmah.com)