(Arrahmah.com) – Terkait isu pelarangan Jilbab bagi polwan Muslimah, Majelis Mujahidin mengeluarkan pernyataan sikap kepada Kapolri. Berikut rilis pernyataan sikap selengkapnya:
Majelis Mujahidin Menyikapi Larangan Jilbab Polwan
Memperhatikan :
-
Keinginan Polisi Wanita (Polwan) mengenakan jilbab sebagai pakaian dinas.
-
Amanat konstitusi UUD 45 Ps. 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
-
Undang-undang HAM Ps. 28E ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Menimbang :
-
Keinginan untuk menciptakan harmonisasi iman dan perbuatan dengan tumbuhnya semangat beragama dilingkungan Polri.
-
Semangat menyemarakkan kehidupan beragama sebagai upaya penangkalan dekadensi moral bangsa yang semakin terpuruk di bawah pengaruh sekulerisme dan liberalisme hedonis di Indonesia.
-
Urgensi sinergitas yang kokoh antara semangat masyarakat melenyapkan upaya destruktif, segala bentuk kemungkaran, kebejatan, dan langkah Polri membina dan melayani masyarakat berbasis UUD 45 Ps. 29 ayat (1) dan (2).
Menyikapi :
-
Pernyataan Kabag Penum Div Humas Polri Kombes Pol Agus Riyanto bahwa “Polwan berjilbab hanya berlaku di Aceh. Pernyataan ini merupakan penindasan logika hukum tindakan melawan konstitusi UUD ’45. Sebab, pemakaian jilbab merupakan hak beragama bagi polwan tidak hanya berlaku di Aceh, karena konstitusi UUD 45 Ps 29 pasal (1) dan (2) memerintahkan kepada Negara, termasuk Kepolisisan sebagai aparat Negara untuk memfasilitasi setiap warga Negara melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya.
-
Keseragaman pakaian yang bersifat teknis administratif tidak boleh menjadi dasar menghalangi atau mempersulit Polwan RI memakai Jilbab, karena setiap Polwan RI terlindungi hak-haknya baik menurut konstitusi RI maupun HAM internasional. Oleh sebab itu, menghalangi Polwan Muslimah mengenakan jilbab sebagai bukti ketaatannya kepada perintah agama dapat dianggap bahwa POLRI telah melakukan tindakan melawan hukum dan HAM.
-
Peraturan di lingkungan kepolisian tidak boleh melanggar hak konstitusional dan HAM setiap anggota Polri. Segala peraturan yang bertentangan dengan dua hal ini otomatis batal demi hukum. Adanya anggota Polri yang berbeda-beda agama tidak dapat dijadikan alat pembenaran untuk menghapus hak para anggota Polwan untuk menjalankan keyakinan agamanya, karena keyakinan agama yang telah dijamin oleh UUD 45 Ps 29 ayat (2) kekuatannya jauh lebih tinggi dari peraturan apapun di lingkungan Polri.
Dalam keyakinan agama Islam, jilbab diwajibkan berdasarkan firman Allah: Qs. Al-Ahzab 33:59, “Wahai Nabi, perintahkanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri kaum mukmin untuk mengenakan jilbab….”
Memutuskan :
Apabila Polri melarang Polwan berjilbab, dengan alasan di lingkungan Polri terdapat beragam agama, berarti Polri memposisikan agama yang ada di Indonesia sebagai musuh bagi Polri. Sikap dan tindakan Polri yang demikian itu dapat memicu semangat SARA. Mungkinkah Negara akan menjadi baik apabila aparat pemelihara keamanan telah melakukan tindakan SARA?
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dengan ini Majelis Mujahidin menyampaikan protes keras kepada Pimpinan Polri atas kebijakan bermotif SARA, berupa pelarangan Polwan Muslimah mengenakan jilbab dalam menjalankan tugas kedinasannya, dan akan membawa permasalahan ini ke lembaga yang berwenang bila tidak mendapat respons yang semestinya.
Yogyakarta, 11 Juni 2013
Sumber: http://majelismujahidin.com/2013/06/majelis-mujahidin-menyikapi-larangan-jilbab-polwan/
(Ukasyah/arrahmah.com)