Majelis mujahidinJAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Mujahidin menyebut arah politik dalam negeri rezim Jokowi-KH Ma’ruf telah terseret ke arah agama phobia dan NKRI phobia.
Menurutnya, agama phobia dengan memanipulasi ajaran Agama hanya menjadi urusan privat dan menyingkirkan agama dalam peraturan, perundang-undangan dan kebijakan bernegara dan bermasyarakat.
NKRI phobia dengan melakukan upaya perubahan ideologis, Pancasila 18 Agustus 1945 dan UUD NRI 1945 (written constitution), menjadi Pancasila 1 Juni 1945 dan TRISAKTI (living constitution) melalui penguasaan lembaga-lembaga Negara sehingga dapat membuat kebijakan, aturan dan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara (written constitution) UUD NRI 1945.
“Munculnya gerakan politik PKI Gaya Baru dengan memangkas generasi sehingga rakyat terutama generasi muda tidak faham dan acuh tak acuh terhadap pendongkelan NKRI oleh PKI di masa lalu, sehingga berdamai dengan ideologi komunisme, dan membangkitkan kembali doktrin Nasakom yang terbukti gagal membangun NKRI sesuai dengan jati dirinya sebagai Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S. Awwas, dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Dalam keterangan, yang juga ditandatangani Sekretarid Umum Shobbarin Syakur, dan disetujui Amir Majelis Mujahidin Al-Ustadz Muhammad Thalib, menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia perlu mendapatkan pencerahan dan pemahaman yang benar untuk membangun jati diri bangsa dan Negara Indonesia (Nation and Character Building) berlandaskan falsafah dan konstitusi NKRI.e
Malelis Mujahidin mengungkapkan, pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 5 ayat (1) : Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud meliputi:
– Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
– Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
– Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
– Mengunggah foto tubuh dan atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
– Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
– Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
– Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
– Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
(Pasal 5 ayat (2) huruf b, e, f, g, h, j, l, dan m)
Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud dianggap tidak sah dalam hal Korban:
1. Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
3. Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
4. Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
5. Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
6. Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
7. Mengalami kondisi terguncang.
Berdasarkan hal tersebut, Majelis Mujahidin menuntut Mendikbud Ristek Nadiem Makarim segera mencabut Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tersebut, karena telah menodai ajaran agama Islam.
“Istilah kekerasan seks dalam permen tersebut bisa berubah makna menjadi legalisasi perzinahan, jika dilakukan suka sama suka. Hal ini mengkhianati dan menodai Tridharma Perguruan Tinggi, UU Perguruan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 dan UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003,” tegasnya.
Menurut Majelis Mujahidin, Mendikbud ristek Nadiem Makarim telah melecehkan martabat Perguruan Tinggi sebagai lembaga pembiakan kehidupan akademis niragama, tidak peduli dengan ajaran moral Agama, merusak sendi-sendi ajaran Agama dalam pergaulan bebas di kampus Perguruan Tinggi, menebar wabah Agama phobia dan NKRI phobia menjadikan sivitas akademika insan liberalis sekuler dan apatis terhadap Agama.
Majelis Mujahidin juga menuntut Presiden Joko Widodo untuk menertibkan dan menindak atau memecat menterinya yang tidak melaksanakan visi dan misi Presiden.
“Apabila tuntutan ini diabaikan, berarti pemerintah Cq Presiden telah dengan sengaja melakukan kudeta konstitusional (Constitutional Coup) melalui pembantu-pembantunya dan lembaga-lembaga pemerintahan ke arah PKI Gaya Baru yang tidak peduli dengan ajaran agama, membiarkan adanya degradasi agama secara sistimatis melalui lembaga pemerintahan,” tandasnya.
Terakhir, Majelis Mujahidin mengajak seluruh kekuatan rakyat dan aparat keamanan TNI untuk mempertahankan Kedaulatan Negara Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945 berdasarkan falsafah Negara Pancasila 18 Agustus 1945 dan Konstitusi NKRI Undang-Undang Dasar 1945.
(ameera/arrahmah.com)