JAKARTA (Arrahmah.com) – Jelang Kongres Mujahidin IV Agustus 2013 nanti, Majelis Mujahidin telah memasuki tahun ke-13 (sejak tahun 2000). Kiprahnya dalam memperjuangkan penegakan syariat islam di Indonesia menjadi bukti para aktivis dakwahnya serius ingin memperbaiki Indonesia dari kemelut yang tak berkesudahan.
“Banyak sudah pengalaman, dimana kami diuji baik secara institusi maupun stigma yang dilekatkan pada organisasi islam ini. Namun, kami bersyukur, MMI tidak pernah bisa diprovokasi dan diintimidasi oleh siapapun,” ungkap Ketua Lajnah MMI Ustadz Irfan S Awwas kepada jurnalis muslim yang tergabung dalam JITU (Jurnalis Islam Bersatu) di markas MMI, belum lama ini (3/5).
Dalam perjalanannya, ada hal yang cukup penting dalam rangka memperbaiki Indonesia. Pertama, temuan MMI terkait dasar negara Pancasila. Ternyata Pancasila itu bukan dasar negara. Sejauh ini kita ditipu oleh Pancasila. “Termasuk, nyanyian garuda Pancasila.Karena itu, kami akan minta penjelasan kepada Mahkamah Konstitusi (MK), DPR maupun MPR, bagaimana menyikapi temuan MMI ini.”
Irfan S Awwas juga meminta penjelasan tentang dasar negara yang berdasarkan Ketuhanan YME. Selama ini umat Islam yang ingin tegakkan syariat Islam selalu dipojokkan, mulai dari Soekarno maupun Soeharto. Kita tahu di era Soeharto, Pancasilan dijadikan asas tunggal. Kaum nasional mengklim, hanya kelompoknya yang memiliki NKRI, sementara umat Islam dipojokkan sebagai musuh negara.
“Menarik jika media islam membongkar itu, momentumnya tepat. MMI sudah melayangkan surat tentang gugatan dasar negara ke MK. Kami ingin dengar pendapat mereka secara hukum, juga siapa yang bisa mengoreksi Pancasila sebagai dasar negara.”
Umat Islam, lanjutnya, harus berani secara terbuka untuk melakukan debat intelektual tentang masa depan Indonesia. Kita merasa punya solusi yang berangkat dari syariat Islam. “Selama ini MMI dikatakan tidak mau berdialog, bahkan dituding eksklusif. Kami akan melakukan komitmen bersama ormas-ormas Islam tentang jasa juang penegakaan syariat Indonesia. Diharapkan, diantara kita jangan saling melemahkan dalam upaya penegakan syariat Islam. NU bahkan juga punya sejarah dan jasa untuk perjuangan Islam.
Perjuangan penegakan syariat Islam ini menjadi milik bersama dan punya kewajiban yang sama, bukan lagi kewajiban sektarian atau parsial. Sebagai satu ikhtiar maksimal, kita berupaya untuk melakukan perbaikan Indonesia ke depan.
(voai-desastian/arrahmah.com)