JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Mujahidin mengajak Ketua Umum PDIP beserta tim ahlinya untuk melakukan Uji Sahih terhadap pidato politik Megawati Soekarnoputri, sebagai pertanggungan jawab ilmiah dan ideologis, berkaitan dengan ketiga narasi yang disoroti Majelis Mujahidin.
Majelis Mujahidin, institusi penegakan Syariah Islam yang dideklarasikan pada 7 Agustus 2000, menemukan beberapa hal yang perlu mendapatkan penjelasan dari Ketua Umum PDIP khususnya dan pengurus pusat PDIP umumnya, berkaitan dengan narasi yang digunakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidato politiknya. Narasi yang kami maksudkan adalah pernyataan :
Pertama, “Apa yang terjadi di penghujung tahun 2015, harus dimaknai sebagai cambuk yang mengingatkan kita terhadap pentingnya Pancasila sebagai “pendeteksi sekaligus tameng proteksi” terhadap tendensi hidupnya “ideologi tertutup”, yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Ideologi tertutup tersebut bersifat dogmatis. Ia tidak berasal dari cita-cita yang sudah hidup dari masyarakat. Ideologi tertutup tersebut hanya muncul dari suatu kelompok tertentu yang dipaksakan diterima oleh seluruh masyarakat. Mereka memaksakan kehendaknya sendiri; tidak ada dialog, apalagi demokrasi. Apa yang mereka lakukan, hanyalah kepatuhan yang lahir dari watak kekuasaan totaliter, dan dijalankan dengan cara-cara totaliter pula. Bagi mereka, teror dan propaganda adalah jalan kunci tercapainya kekuasaan”.
Kedua, “Syarat mutlak hidupnya ideologi tertutup adalah lahirnya aturan-aturan hingga dilarangnya pemikiran kritis. Mereka menghendaki keseragaman dalam berpikir dan bertindak, dengan memaksakan kehendaknya. Oleh karenanya, pemahaman terhadap agama dan keyakinan sebagai bentuk kesosialan pun dihancurkan, bahkan dimusnahkan. Selain itu, demokrasi dan keberagaman dalam ideologi tertutup tidak ditolelir karena kepatuhan total masyarakat menjadi tujuan. Tidak hanya itu, mereka benar-benar anti kebhinekaaan. Itulah yang muncul dengan berbagai persoalan SARA akhir-akhir ini. Disisi lain, para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memosisikan dirinya sebagai pembawa “self fulfilling prophecy”, para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, yang notabene mereka sendiri belum pernah melihatnya”.
Ketiga, “Ketuhanan yang dimaksud adalah ketuhanan dengan cara berkebudayaan dan berkeadaban. Dengan saling hormat menghormati satu dengan yang lain. Dengan tetap tidak kehilangan karakter dan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Bung Karno menegaskan sangat jelas, ‘Kalau kamu mau jadi Hindu, jangan jadi orang India. Kalau kamu mau menjadi orang Islam, jangan jadi orang Arab,” lanjut Megawati, segera disambut tepuk tangan meriah ratusan kader PDIP yang sebelumnya diam saat disebut ‘kalau kamu mau jadi Hindu, jangan jadi orang India. Kalau kamu mau jadi orang Kristen, jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya nusantara yang kaya raya ini.”
“Urgensi Uji Sahih ini, sebagai solusi bermartabat mengurai benang kusut yang dapat menjadi polemik berkepanjangan di kalangan masyarakat, akademisi dan pakar hukum tata negara. Agar setiap orang tidak menilai ideologi pihak lain secara sewenang-wenang sehingga menimbulkan fitnah; apalagi mengkalim anti SARA tapi bicara yang memicu SARA, mengaku toleran tapi bersikap intoleran tanpa pengetahuan,” beber surat Majelis Mujahidin kepada Ketua Umum PDIP yang juga diterima redaksi Kamis (26/1/2017).
(azmuttaqin/arrahmah.com)