BELANDA (Arrahmah.com) – Jaksa penuntut umum Mahkamah Internasional, Fatou Bensouda, menghentikan proses penyelidikan dugaan kejahatan perang yang dilakukan tentara Inggris saat bergabung dengan Amerika Serikat (AS) menyerbu Irak pada 2001 silam.
Seperti dilansir AFP, Kamis (10/12/2020), Bensouda menyatakan penyelidikan yang berlangsung selama enam tahun terhadap para tentara Inggris yang bertugas di Irak terpaksa dihentikan. Mereka mulanya mengusut perlakuan tentara Inggris terhadap warga Irak yang ditahan.
Menurut Bensouda, dari penyelidikan sementara tiga tahun lalu didapat hasil sementara kalau tentara Inggris diduga kuat melakukan kejahatan perang di Irak.
Akan tetapi, dia mengatakan tidak bisa mendapatkan bukti yang menguatkan karena pemerintah Inggris seolah melindungi para tersangka dengan cara memaksa untuk diadili terlebih dulu di lembaga peradilan Inggris.
“Karena jalur penyelidikan yang timbul dari informasi yang tersedia semakin tertutup, oleh karena itu saya memutuskan bahwa satu-satunya keputusan yang sesuai secara profesional pada tahap ini adalah menutup penyelidikan,” demikian isi pernyataan Bensouda.
Para Juni lalu, penyelidik independen Inggris turut mengusut dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Irak antara 2003 sampai 2009, menyatakan hanya ada satu dari ribuan laporan pengaduan yang dicabut.
Bensouda mengkritik sikap pemerintah Inggris terhadap dugaan kejahatan perang itu. Dia mengatakan pemerintah Inggris tidak berupaya penuh untuk menyelidiki kasus itu secara independen dan imparsial.
Menurut Bensouda, pemerintah Inggris memang melakukan upaya yang minim untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang itu, tetapi tidak ada satu pun perkara yang diadili setelah lebih dari satu dasawarsa.
Dia mengatakan sikap pemerintah Inggris melukai hati korban. Bensouda juga menyatakan mengidentifikasi banyak masalah sehubungan dengan bagaimana keputusan khusus tentang hal-hal tertentu dibuat oleh pemerintah Inggris.
“Mahkamah Internasional bukan lembaga hak asasi manusia yang diminta untuk memutuskan apakah dalam proses domestik persyaratan hukum hak asasi manusia atau hukum domestik telah dilanggar. Sebaliknya, Mahkamah Internasional ditugaskan untuk menentukan apakah ia harus
menjalankan kompetensinya sendiri dalam kasus pidana, sebagai pengganti negara,” lanjut pernyataan Bensouda.
Menanggapi hal itu, lembaga pemantau hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menyatakan pemerintah Inggris selama ini menaruh perhatian kecil terhadap penyelidikan dugaan kejahatan perang yang dilakukan para tentaranya di luar negeri.
“Keputusan jaksa penuntut menghentikan penyelidikan terhadap Inggris akan membawa keraguan dan menimbulkan persepsi ada standar ganda dalam pencarian keadilan. Satu cara untuk negara kuat dan cara lain untuk pihak-pihak yang lemah,” kata penasihat hukum senior HRW, Clive Baldwin. (Hanoum/Arrahmah.com)