ISLAMABAD (Arrahmah.id) — Mahkamah Agung Pakistan memerintahkan badan antikorupsi untuk membebaskan mantan PM Imran Khan dari tahanannya.
Penangkapan Khan pada hari Selasa (9/5/2023) lalu atas kasus penipuan lahan, memicu protes mematikan dan meluas di seluruh Pakistan, sehingga pemerintah memanggil tentara untuk membantu mengembalikan ketertiban.
“Penangkapan atas Anda tidak sah, jadi seluruh proses harus mundur,” kata hakim tertinggi Pakistan, Umar Ata Bandial, kepada Khan, yang dihadirkan di hadapan pengadilan yang telah mendengar banding atas penangkapannya, seperti dikutip dari Straits Times (11/5/2023).
Hingga saat ini hampir 2.000 orang ditangkap dan setidaknya lima orang tewas setelah pendukung Khan bentrok dengan polisi, menyerang lembaga militer, dan membakar bangunan dan aset negara lainnya, sehingga pemerintah memanggil tentara untuk membantu mengembalikan ketertiban.
Khan yang berusia 70 tahun, seorang pahlawan kriket yang beralih menjadi politikus, digulingkan dari kursi perdana menteri pada April 2022 dalam mosi tidak percaya di parlemen, tetapi tetap menjadi pemimpin paling populer Pakistan menurut jajak pendapat.
Kekerasan yang dipicu oleh penangkapannya memperburuk ketidakstabilan di negara yang punya 220 juta penduduk dan sedang berjuang dengan krisis ekonomi yang parah.
Krisis tersebut menghilangkan harapan akan segera dilanjutkannya program bantuan dana dari Dana Moneter Internasional.
Tensi tetap tinggi hari Kamis dengan pasukan dan polisi di jalan-jalan di kota-kota besar.
Di kota timur Lahore, kota kelahiran Khan, di mana para demonstran merusak rumah seorang jenderal senior pada hari Selasa, pasukan melakukan parade bendera.
Di ibu kota Islamabad, rekaman yang dibagikan oleh pejabat kepolisian menunjukkan jeep militer dilengkapi senjata yang berbaris di sisi jalan dan tentara yang memegang senapan serbu.
Layanan data seluler tetap ditangguhkan dan sekolah-sekolah serta kantor-kantor ditutup di dua dari empat provinsi Pakistan.
Tentara memperingatkan para pendukung Khan bahwa mereka akan menanggapi dengan tegas jika ada serangan lebih lanjut terhadap aset-asetnya, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Rabu bahwa selama kekerasan, militer telah “menahan diri, kesabaran, dan toleransi”.
“Dalam 75 tahun terakhir, belum pernah terjadi peristiwa seperti ini,” kata Perdana Menteri Shehbaz Sharif dalam pidato di televisi.
“Masyarakat dijadikan sandera dalam kendaraan mereka, pasien dikeluarkan dari ambulans, dan kemudian kendaraan-kendaraan itu dibakar.”
Otoritas juga menangkap setidaknya tiga pemimpin senior partai Imran Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf, pada hari Kamis.
Pakistan mengalami gelombang kekerasan menyusul penangkapan pemimpin oposisi populer dan mantan Perdana Menteri, Imran Khan, atas tuduhan korupsi. Tingkat ketidakstabilan ini belum pernah terjadi sejak tahun 2007, saat mantan perdana menteri lainnya, Benazir Bhutto, dibunuh dalam kampanye pemilihan.
Pemerintah federal menyetujui permintaan dari dua dari empat provinsi di Pakistan, Punjab dan Khyber Pakhtunkhwa, basis dukungan Imran Khan, serta ibu kota federal Islamabad untuk menggelar pasukan guna memulihkan ketertiban.
Polisi menangkap lebih dari 1.650 pengunjuk rasa di provinsi asal Imran Khan, Punjab, atas tindakan kekerasan, demikian pernyataan dari kantor Kepala Kepolisian. Sekitar 80 anggota partai Imran Khan juga ditangkap di kota barat daya Quetta, kata polisi.
Secara terpisah, Imran Khan didakwa oleh pengadilan Pakistan dalam kasus yang tidak terkait pada hari Rabu, atas penjualan secara melanggar hukum hadiah-hadiah negara selama masa pemerintahannya antara tahun 2018 dan 2022.
Khan membantah melakukan kesalahan apa pun.
Kasus-kasus korupsi yang menjerat Imran Khan merupakan dua dari lebih dari 100 kasus yang terdaftar terhadapnya sejak penggulingannya tahun lalu.
Dalam sebagian besar kasus tersebut, jika terbukti bersalah, Imran Khan berpotensi dilarang memegang jabatan publik, dengan pemilihan nasional yang dijadwalkan pada bulan November.
Dia tidak menghentikan kampanyenya menentang penggulingan tersebut meskipun telah terluka dalam serangan pada konvoinya bulan November lalu saat memimpin unjuk rasa menuju Islamabad yang menuntut pemilihan umum segera dilaksanakan. (hanoum/arrahmah.id)