NEW DELHI (Arrahmah.com) – Pidato Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Majelis Umum PBB, di mana ia menyebut wilayah Jammu dan Kashmir “diserbu dan diduduki” telah menyebabkan kemarahan media sosial, dimana para netizen menyerukan boikot perdagangan dan pariwisata dengan Malaysia, lansir Sputnik hari ini (30/9/2019).
Bersama dengan Turki dan Cina, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Bin Mohamad secara tidak langsung menuduh India menginvasi dan menduduki Jammu dan Kashmir dan meminta India dan Pakistan untuk “menyelesaikan masalah dengan cara damai”.
“Sekarang, terlepas dari resolusi PBB tentang Jammu dan Kashmir, negara itu telah diserbu dan diduduki.”
“Mungkin ada alasan untuk tindakan ini tetapi itu masih salah. Masalahnya harus diselesaikan dengan cara damai. India harus bekerja sama dengan Pakistan untuk menyelesaikan masalah ini. Mengabaikan PBB akan mengarah pada bentuk-bentuk lain pengabaian terhadap PBB dan Aturan tentang Hukum,” lanjut perdana menteri Malaysia.
There may be reasons for this action but it is still wrong. The problem must be solved by peaceful means. India should work with Pakistan to resolve this problem. Ignoring the UN would lead to other forms of disregard for the UN and the Rule of Law. pic.twitter.com/QOQtIkPTC1
— Dr Mahathir Mohamad (@chedetofficial) September 28, 2019
Pernyataan dari Perdana Menteri Malaysia mendapat tanggapan tajam dari sejumlah netizen di India, yang men-tweet seruan kampanye “boikot Malaysia”.
Beberapa aktivis media sosial menuntut tindakan terhadap negara termasuk memasukkan embargo perdagangan, yang mengarah ke tagar #BoycottMalaysia yang sedang tren di Twitter yang telah disebut sebanyak 12,4 ribu kali.
Sebagian lainnya meminta India untuk melarang pariwisata ke negara itu.
Pemimpin Partai Kongres oposisi India Abishek Manu Sanghvi mengecam Perdana Menteri Malaysia. Dia meminta pemerintah federal untuk mengambil tindakan diplomatik yang kuat terhadap Malaysia.
Awal bulan ini, Perdana Menteri Narendra Modi bertemu Malaysia Mahathir Mohamad di Rusia untuk membahas ekstradisi ulama kontroversial Zakir Naik ke India untuk menghadapi persidangan karena dituduh memicu “ekstremisme”. (Althaf/arrahmah.com)