BOSTON (Arrahmah.com) – Mahasiswi non-Muslim di Boston University dengan sukarela menjalani satu hari mereka dengan mengenakan kerudung sebagai bagian dari bulan Bulan Kesadaran Islam Maret ini dalam rangka untuk mengoreksi kesalahpahaman tentang konsep Islam dan hijab, seperti dilansir OnIslam pada Jumat (29/3/2013).
“Saya melihat posternya di link GSU dan berpikir bahwa ini adalah hal yang sangat menarik untuk dilakukan,” kata Dian Qu, seorang mahasiswi Seni dan Sains, kepada BU Today.
“Saya meminta mereka untuk menunjukkan pada saya bagaimana cara memakainya, tapi saya lupa, jadi saya memakainya dengan cara saya sendiri,” Qu, yang berasal dari Cina, menambahkan.
Ia adalah salah satu dari 40 wanita non-Muslim di BU yang mengajukan diri untuk menghabiskan satu harinya dengan mengenakan kerudung sebagai bagian dari tantangan Hari Hijab di Boston University.
Teman lelakinya memaksanya untuk melepas kerudung yang ia pakai saat mereka berjalan bersama-sama. Dan ia menolak.
“Saya hanya berbalik dan berjalan sendiri,” katanya.
Hari hijab adalah salah satu dari beberapa acara yang disponsori oleh Masyarakat Islam BU sebagai bagian dari Bulan Kesadaran Islam pada Maret.
Mendaftar di asrama mereka atau pada link George Sherman Union, para mahasiswi diberi link video instruksional dan tombol merah muda bertuliskan ” Tantangan Hari Hijab BU-Ask Me About My Hijab.”
Sonia Perez Arias, mahasiswi lainnya mengatakan temannya tersenyum ketika melihat ia berpenampilan baru di Commonwealth Avenue dan menyapa temannya dengan kata “Salaam”.
“Saya ingin melakukan hal-hal yang menantang saya,” kata Arias.
“Orang-orang Muslim memberi salam kepada saya dalam bahasa Arab,” kata Perez Arias, yang menyatakan dirinya adalah seorang ateis.
“Saya tidak tahu bagaimana menjawabnya.”
Sedangkan Anya Gonzales merasakan apa yang ia sebut sebagai “rasa hormat yang baru ditemukan” karena Islam, sementara Richa Kaul yang awalnya mengaku merasa takut, akhirnya memperoleh pemahaman dan keyakinan.
“Saya merasakan penghormatan baru yang dirasakan para perempuan Muslim,” kata Gonzales.
Kaul, seorang Hindu, bergabung dengan tantangan ini dengan rasa ingin tahu dan ingin menunjukkan “solidaritas dengan budaya Islam.”
“Satu-satunya saat di mana saya merasa takut atau cemas adalah tepat sebelum saya membuka pintu ke ruang kelas saya, beberapa orang menengok ke arah saya. Dalam hal ini saya bisa melihat bahwa pertama-tama yang mereka lihat adalah kerudung Anda, baru kemudian Anda.”
Mendukung hari hijab, para non-Muslim memujinya karena memberi pemahaman yang benar tentang Islam dan hijab.
“Saya salut pada para mahasiswi Boston University yang rela mengambil bagian dalam tantangan Hari Hijab dan memutuskan untuk mengalami penghargaan subjektif yang mungkin muncul dengan pilihan pribadi mereka atau bahaya menjadi obyek tatapan publik yang menyatakan permusuhan,” kata Shahla Haeri, seorang dari asosiasi professor antropologi jurusan Seni & Sains , yang telah banyak menulis tentang dinamika agama, hukum, dan gender di dunia Muslim.
Hari hijab bukanlah satu-satunya acara yang diselenggarakan universitas tersebut selama Bulan Kesadaran Islam. Beberapa acara lainnya yang bertujuan untuk memberi pemahaman yang benar mengenai Islam juga diselenggarakan di sana. (banan/arrahmah.com)