PARIS (Arrahmah.com) – Menurut sebuah surat kabar Perancis, Paris-Normandie, mahasiswa Perancis melakukan hening cipta untuk mengenang Mohammed Merah yang dibunuh selama operasi pengepungan militer di rumahnya di kota Tolouse. Surat kabar tersebut secara khusus mengatakan :
Pada tanggal 23 Maret 2012, seorang dosen bahasa Inggris, Lorraine Collin membahas di kelas S2 nya di Gustave Flaubert Lyceum di kota Rouen, menyebutkan mengenai peristiwa Mohammed Merah yang baru-baru ini secara brutal dibunuh oleh polisi Sarkozy.
Dosen tersebut mencatat bahwa dia adalah korban dari media dan Sarko (sebutan penghinaan Perancis untuk Sarkozy dengan analogi sarkoma-red), yang menemukan sebuah cerita bahwa Muslim yang dibunuh adalah anggota Al Qaeda.
Ia meminta satu menit untuk mengheningkan cipta untuk menghormati Muslim. 16 dari 20 mahasiswanya mengikuti panggilannya dan mereka berdiri memberikan penghormatan kepada korban polisi Sarko, tapi empat orang lainnya lari ke administrasi untuk melaporkan tindakan dosen tersebut.
Perlu diingat di bawah Demokrasi, media arus utama beroperasi pada prinsip yang sangat sederhana dalam mengutuk ideologi lawan. Jika musuh adalah Putin, maka dia diberi label “Nazi” dan jika “gelap” maka mereka menggambarkannya sebagai “teroris” atau Al Qaeda.
Sebenarnya banyak mahasiswa di Eropa yang bersimpati dengan Mohammed Merah dalam percakapan pribadi, lapor Kavkaz Center. Itu dilaporkan kepada orang tua mereka-koresponden KC-oleh anak-anak mereka sendiri.
Otoritas negara-negara Eropa menjelaskan fakta tak menyenangkan mengenai pengaruh “gelap” anak-anak Muslim untuk rekan “putih” mereka di sekolah Kristen. Kini pemerintah Eropa berencana menghilangkan pengaruh tersebut.
Sekolah pada dasarnya menjadi satu-satunya tempat di Eropa di mana ummat Islam dan Kristen berkumpul dalam kontak yang dekat. Putusan “elit” Eropa telah meratap pada “pengaruh berbahaya dari Muslim” pada orang-orang Kristen lokal selama sekitar satu tahun terakhir sejak Kanselir Jerman, Merkel, mengatakan secara terbuka cara yang sangat “tidak toleran” dan “tidak demokratis” bahwa kebijakan multikultularisme harus dihentikan. (haninmazaya/arrahmah.com)