JAKARTA (Arrahmah.id) – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Cina, yang berada di Mega Kuningan, Jakarta, pada Jumat (3/2/2023).
Dalam aksi tersebut Massa menuntut agar Cina menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap kelompok muslim Uighur.
“Kami minta dihentikan segala bentuk pelanggaran HAM berat seperti penyiksaan hingga pembantaian terhadap etnis Uighur,” kata Rimbo Bugis, koordinator aksi, kepada Anadolu Agency.
Selain itu mereka menuntut agar pemerintah Indonesia melakukan boikot terhadap produk-produk dari Cina.
Massa ini juga menuntut agar kasus pelanggaran HAM di Xinjiang dibawa ke Mahkamah Internasional.
Lebih lanjut, dia menyatakan akan melakukan konsolidasi lebih besar lagi jika tindakan kekerasan kepada kelompok muslim Uighur tak segera dihentikan.
“Kami akan ajak juga agama-agama lain dan kelompok lain karena ini bagi kita bukan masalah pembantaian orang muslim tapi ini pembantaian kemanusiaan,” tegas Rimbo.
Selain melakukan orasi, massa tersebut juga melakukan aksi teatrikal dengan merefleksikan pasukan militer Cina tengah melakukan gerakan diskriminatif.
Pada Januari lalu, Amerika Serikat mengatakan Cina melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perlakuannya terhadap Uighur dan etnis minoritas di Xinjiang.
Pada Senin (30/1), Menteri Luar Negeri Kanada, Inggris dan Amerika Serikat merilis pernyataan bersama yang mengungkapkan keprihatinan atas pelanggaran HAM oleh pemerintah Cina di wilayah Xinjiang terhadap Muslim Uighur.
Mereka mengatakan bukti yang ada sangat banyak, termasuk dari dokumen pemerintah Cina sendiri, citra satelit dan kesaksian saksi mata.
“Program penindasan Cina yang ekstensif termasuk pembatasan ketat pada kebebasan beragama, penggunaan kerja paksa, penahanan massal di kamp-kamp interniran, sterilisasi paksa, dan penghancuran bersama terhadap warisan Uighur,” kata pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Kanada Marc Garneau, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Ketiga Menteri itu mengatakan bahwa mereka telah mengambil tindakan terkoordinasi soal tindakan yang sejalan dengan langkah Uni Eropa, sekaligus ingin mengklarifikasi apa yang mereka pikirkan tentang pelanggaran hak asasi manusia.
Xinjiang merupakan daerah yang ditinggali sekitar 10 juta orang Uighur.
Kelompok Muslim Turki itu membentuk sekitar 45 persen dari total populasi Xinjiang dan sejak lama menuding otoritas Cina melakukan diskriminasi budaya, agama, dan ekonomi.
Lebih dari satu juta orang, atau sekitar tujuh persen dari populasi Muslim di Xinjiang, telah ditahan dalam “kamp-kamp politik” dan menjadi korban kerja paksa dan sterilisasi. (rafa/arrahmah.id)