Warga Mogadishu, Somalia harus menghemat penggunaan listrik ditengah kenaikan harga listrik di perusahaan swasta. Di kawasan Medina Mogadishu, ada seorang wanita berjilbab merah panjang duduk dengan dua orang anak perempuannya di depan rumahnya. Dia mengatakan, ini adalah bulan Maret, puncak musim kering dan udara panas.
Di ruang tamu dan keluarga, kipas yang biasa menyala untuk menghilangkan kepanasan, sekarang harus mati. “anak-anak tidak bisa tidur karena kepanasan, saya tidak bisa memberikan air dingin kepada mereka karena kulkaspun dimatikan. Jika kipas dan kulkas dinyalakan, maka perusahaan listrik akan mengirim tagihan yang besar, sedang kami tidak mampu membayarnya, ungkap Muhubo Abshir kepada Al Jazeera.
Negara Afrika Timur yang memiliki penduduk sekitar 10 juta orang merupakan negara yang memiliki listrik yang mahal di dunia. Harga listrik di Somalia lima kali lebih mahal dari pada Kenya dan 10 kali lebih mahal dari pada Amerika Serikat. Biaya kilowatt listrik di Somalia sebesar $ 1 per jam.
Sektor energi Somalia hancur setelah runtuhnya pemerintah pusat pada tahun 1991. Warga terpaksa bergantung pada generator diesel milik pribadi. Saat ini lebih dari tujuh perusahaan listrik beroprasi di kota, semuanya milik perorangan.
Pejabat kota mengatakan, bahwa perusahaan tersebut beroprasi tanpa izin dan tidak membayar pajak. Konsumen pun menuduh perusahaan listrik mematok harga sesuai dengan keinginan mereka, namun tuduhan tersebut disangkal perusahaan.
Dengan ribuan orang kembali ke kota pantai karena meningkatkan keamanan, setelah adanya penarikan diri dari pejuang Asy-Syabaab di tahun 2011, bisnis tidak pernah lebih bagi mereka di sektor energi. Perusahaan menggunakan generator diesel dan minyak dengan harga yang murah, dengan begini mereka bisa mendapatkan keuntungan yang tinggi.
Warga ibu kota banyak yang mengeluh, lebih dari separuh dari penduduk negara itu, yang berusia antara 15 dan 64 tahun menganggur, dan 40 % dari penduduk Somalia hidup dibawah garis kemiskinan.
Hanyalah sebuah mimpi bagi warga Somalia untuk menikmati penggunaan listrik dengan mewah, banyak keluarga di Tanduk Afrika bergantung pada pengiriman uang dari keluarga yang tinggal di luar negeri dan tidak mampu membayar listrik yang mahal.
Setiap bulan, perusahaan listrik menarik tagihan antara 35 $ dan 40 $. “Saya tidak menggunakan listrik seperti yang saya inginkan karena mereka akan menagih lebih banyak”, kata Farah.
“Dan jika anda ingin mengganti perusahaan, mereka akan mengenakan biaya pemutusan yang kita tidak mampu membayarnya, sehingga mereka memaksa kita untuk tetap menjadi pelanggannya, mereka semua sama seperti itu,” ujarnya
Keadaan seperti itu warga mengalami perekonomian yang rapuh, uang sangat dibutuhkan oleh mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan tagihan listrik yang tinggi banyak investor menggunakan langkah-langkah alternatif.
Masih di daerah Mogadishu, sebuah pabrik pembuat es, menjadi bisnis yang sedang booming saat ini karena cuaca yang sangat panas. Banyak keluarga bergantung pada pabrik ini karena mereka tidak dapat menggunakan kulkasnya di rumah mereka karena tagihan energi yang tinggi.
Abshir Maalin Abdi, pemilik pabrik es mengambil keputusan mengenai listrik ini, dia membeli generator diesel untuk daya pabrik. Langkah ini dia lakukan setelah semua keuntungannya banyak dikeluarkan untuk tagihan listrik yang besar. Menurutnya, “listrik yang ditawarkan oleh perusahaan juga tidak menentu, mereka memberikan listrik ketika mereka inginkan dan menghentikannya ketika mereka inginkan,” ujarnya sambil memeriksa balok baru pembuat es sebelum dikirim ke pelanggan.
Dia menambahkan, “Dalam hal biaya, saya tidak mungkin menggunakan perusahan-perusahaan ini, jika menggunakannya, tagihan listrik saya akan meningkat lebih dari 80%. Saya akan bekerja hanya agar bisa membayar tagihan mereka saja, karena itu saya lebih baik memiliki pembangkit sendiri.”
Perusahaan listrik menyangkal terhadap keluhan-keluhan yang disampaikan warga, menurut mereka memaksimalkan harga yang tinggi pastinya tidak akan mengabaikan kesejahteraan warga.
Pada jarak 4 kilometer ke kota, lebih dari 30 pekerja berseragam oranye sedang terburu-buru pergi ke kantornya, padahal saat itu waktu belum menunjukan pukul 07.00 tetapi pekerja tersebut bekerja di kantor yang memiliki jadwal yang ketat, juga antrian orang-orang yang menunggu untuk terhubung ke jaringan listrik. Kantor tersebut menggunakan sistem meter, sistem ini menawarkan listrik termurah di negara ini dan pastinya dengan harga yang terjangkau
Ahmed Abdishakur Omar dari Moghadishu Supply berkata kepada Al Jazeera, “Kami menagih setiap orang untuk apa yang mereka gunakan, kami menggunakan sistem meter yang menghitung apa yang pelanggan gunakan. Listrik kami adalah yang termurah di negara ini,” ungkapnya.
Omar menambahkan, “Sudah dalam dua dekade terakhir ini, listrik adalah hal yang murah, dan kami yakin pelanggan mampu membayar harga yang kami cantumkan.”
Abdihakim Egeh Guled, wakil mentri energi dan sumber daya air mengatakan, “Satu-satunya yang bisa kita lakukan dan ingin kita lakukan adalah membuat undang-undang yang akan memantau perusahan-perusahaan yang menyediakan listrik, harapan kami setelah disahkannya oleh parlemen, akan mempengaruhi harga energi . karena saat ini negara tidak memiliki hukum yang mengatur industri”. ungkapnya
Warga berharap pengumuman ini segera terbit. Farah, seorang ibu dari dua anak berkata: “Saya berdoa, semoga dengan ini harga yang ditetapkan dengan jujur dan adil serta menurut kemampuan kami.”
(maheera/arrahmah.com)