YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Setelah mengikuti pembekalan selama 1 tahun, sebanyak 14 Mujahid Dakwah kembali ke kampung halaman mereka di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Mereka dilepas secara resmi dalam acara “Pelepasan santri program Tazwiid Ad Du’at Ma’had An Nabawy” oleh Ketua Yayasan Islam Ahlush Shuffah, ustadz Irfan S Awwas, di Yogyakarta Jumat (28/2/2014) pagi.
Program pembekalan da’i ini terselenggara kerjasama antara Gerakan Muslimin Minangkabau dengan Yayasan Islam Ahlush Shuffah, dan Majelis Mujahidin di kampus Akademi Ulama dan Diplomat Mujahidin Ma’had An-Nabawy, Yogyakarta.
Selama setahun para Mujahid Dakwah ini dibekali ilmu-ilmu keislaman, Kristologi dan kelaskaran oleh para Asatidzah seperti ustadz Muhammad Thalib, ustadz Abu Muhammad Jibriel, ustadz Irfan S. Awwas, ustadz Muhammad Syawal, ustadz Ahmad Isrofiel Mardlatillah, ustadz Faishal Abdul Aziz, dan lain-lain. Materi keislaman yang diberikan meliputi: Aqidah, Akhlaq, Ilmu Hadits, Fiqih praktik, Fiqih Ibadah, ilmu Tahfizh, dan bahasa Arab.
Adapun materi Kristologi sebagai bekal menghadapi derasnya Kristenisasi diberikan sepekan sekali oleh Drs. H. WR Lasiman MA. Selain itu juga mengingat para santri berasal dari kepulauan Mentawai yakni Sikakap, Siberut, Pagai Utara, dan Pagai Selatan yang mayoritas Kristen.
“Diharapkan ke depannya mereka bisa mengembangkan ilmu, menasihati keluarga dan berdakwah, karena masih banyak dari keluarga mereka yang Kristen. Atau juga muslim tapi masih makan babi,” kata Mudir Ma’had An Nabawy, Ustadz Ahmad Isrofiel kepada arrahmah.com, Jumat.
Sementara materi fisik dan kelaskaran mereka diberikan oleh para instruktur dari LM3 (Laskar Mujahidin Majelis Mujahidin) wilayah Yogyakarta yang telah berpengalaman. Olahraga rutin dilakukan setiap hari. Beladiri dibekali setiap Selasa sore, dan i’dad lil jihad alias kelaskaran dua kali dalam sepekan. Demikian pula dengan ilmu memanah.
Para Mujahid Dakwah juga dilatih untuk berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar Ma’had An Nabawy. Santri mempunyai jadwal tetap mengajar TPA di masjid sekitar ma’had, sepekan sekali. Para santri yang usianya berfariasi dari 17 sampai 45 ini diwajibkan hafal Juz ‘Amma dan bisa mengusainya, untuk digunakan ketika menjadi imam shalat dan kultum. Sementara waktu luang mereka, diisi dengan berkebun dan ternak ayam di sekitar Ma’had.
Ustadz Isrofiel berharap semoga mereka dapat mendakwahkan Islam dengan baik kepada masyarakatnya dengan lisan kaumnya. “Mereka meninggalkan kampung setahun hanya demi menuntut ilmu Al-Qur’an dan Sunnah mencari ridha Allah, untuk kemudian diamalkan dan disampaikan kepada masyarakatnya, insyaAllah” harapnya. (azm/arrahmah.com)