Oleh: Rizal Fadillah
(Arrahmah.com) – Luar biasa korupsi di negeri ini seakan menjadi warna Pemerintahan Jokowi. Mulai kasus Jiwasraya hingga lobster dan bansos pandemi terus menghiasi pernak-pernik dunia perampokan uang negara. Sudah masuk stadium tinggi hingga tinggal menyisakan dua pilihan yaitu amputasi atau mati. Amputasi Menteri dan “Perdana Menteri” atau Negeri yang dibiarkan mati.
Madam dan anak Pak Lurah pun muncul dan terdeteksi menjadi bagian dari bancakan dana bansos yang bersumber dari “ngutang” luar negeri. Kedua profil manusia misterius tapi tercium menyengat ini masih tersembunyi dengan bantahan sana-sini. Putera Pak Lurah teriak tak memberi rekomendasi, “tak ada bukti” katanya. Sementara partai sang Madam juga “menolak dulu” terlibat korupsi bansos.
Sesungguhnya makin terbongkar borok PDIP karena dari 1,9 juta paket bantuan, yang dikutip fee kisaran 10 ribu hingga 100 ribu per paket oleh Juliari mantan Mensos hanya 600 ribu paket, sedangkan 1,3 juta paket yang menjadi jatah dua anggota DPR Fraksi PDIP Herman Hery dan Ihsan Yunus “kutipan fee” nya adalah untuk Madam tadi.
Analisis berdasarkan teori konspirasi sebenarnya Madam itu sedang berhadap-hadapan dengan pak Lurah. Saling serang, beradu pengaruh dan sandera. KPK adalah alat Pak Lurah untuk melumpuhkan dan menyandera PDIP. Kasus-kasus bansos menjadi alat untuk memukul Mak benteng dan pasukannya.
Sementara pertahanan Madam yang efektif adalah penyerangan kepada anak pak Lurah melalui penguatan tali jeratan keterlibatan korupsi dana bansos yang sama “goody bag”. Dukungan penuh “bantuan” PDIP untuk sukses Walikota adalah kartu truf yang dapat dimainkan. Skandal bansos yang mungkin bergeser menjadi skandal banpol.
Konflik sosial dan politik kubu Madam dan Pak Lurah dalam kasus bansos melalui Kementrian Sosial ini nampaknya kelanjutan dari perseteruan antara keduanya pada kasus Jiwasraya yang diobra- abrik “Madam” Kejagung dengan kasus Harun Masiku yang diusut KPK nya “pak Lurah”.
Konflik tersembunyi antar geng di lingkungan kekuasaan ini menarik dan bukan tak mungkin akan membesar dan melebar. Rakyat tentu sudah merasa muak dengan korupsi uang dan kekuasaan yang membuat seolah-olah negara ini hanya milik mereka semata.
Di tengah hiruk pikuk korupsi, persekongkolan dan penyanderaan politik inner circle, kebijakan represif disiapkan bahkan dijalankan. Pembungkaman oposisi, pembunuhan politik, Perpres ekstrimisme, Pamswakarsa, Komcad, hingga Polisi Maya terus dikonsolidasikan. Otoritarianisme mulai dibangun.
Korupsi bansos di saat pandemi sangat menyesakkan. Soal hukuman mati hingga pembubaran PDIP mengemuka. Tentu PDIP tak akan tinggal diam dan tidak ingin menjadi bulan-bulanan, bulan lain juga harus dihajar. Nah daripada sembunyi-sembunyi bertengkar Madam dengan Pak Lurah, lebih fair dan bertanggung jawab, ayo keluarlah.
Awal tahun 2021 ditandai bencana alam longsor, banjir, letusan gunung. Riuh pula bencana sosial bansos, mungkinkah akan segera terjadi bencana politik ?
Negara ini butuh iklim yang lebih tenang dan damai bukan atmosfir kegaduhan yang diakibatkan oleh keserakahan pengelola negara yang hanya sibuk bagi bagi jabatan, uang, dan kekuasaan. Lalu bertengkar.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 23 Januari 2021
(*/arrahmah.com)