PARIS (Arrahmah.id) — Presiden Prancis Emmanuel Macron menuding junta militer yang kini menguasai Niger menyetop pasokan makanan ke gedung Kedutaan Besar Prancis di Niamey. Hal ini memaksa sang Duta Besar (Dubes) dan para diplomat Prancis lainnya untuk mengonsumsi makanan jatah atau ransum militer.
Seperti dilansir DW (19/8/2023), situasi ini terjadi setelah junta Niger mengusir Dubes Prancis Sylvain Itte dari wilayahnya setelah mereka mengambil alih kekuasaan atas negara itu dalam kudeta militer pada Juli lalu. Namun karena Paris tidak mengakui otoritas junta Niger, maka sang Dubes tetap bertahan di Niamey.
Macron saat berbicara kepada wartawan dalam kunjungan ke Semur-en-Auxois di Prancis, pekan lalu, menyebut Dubes Prancis di Niger ‘secara harfiah’ hidup seperti ‘sandera’ di dalam gedung Kedutaan Besar Prancis di Niamey.
Dalam pernyataannya, Macron juga menuduh junta militer Niger memblokir pengiriman makanan ke gedung diplomatik Prancis.
“Saat kita berbicara ini, kita mendapati Duta Besar dan staf diplomatik benar-benar disandera di Kedutaan Besar Prancis,” ucapnya.
“Mereka (junta Niger-red) mencegah pengiriman makanan. Dia (Dubes Prancis-red) memakan jatah militer,” sebut Macron.
Junta militer Niger menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum dalam kudeta pada 26 Juli lalu. Kemudian pada akhir Agustus, mereka merilis ultimatum 48 jam agar Dubes Prancis segera meninggalkan Niger. Namun otoritas Paris menyatakan tidak akan mematuhi perintah pengusiran itu.
Macron menambahkan bahwa Dubes Prancis ‘tidak bisa pergi keluar, karena ditetapkan persona non grata, dan tidak diberi pasokan makanan’.
Saat ditanya oleh wartawan apakah dirinya mempertimbangkan menarik Dubes Prancis dari Niger, Macron menjawab: “Saya akan melakukan apapun yang kita sepakati dengan Presiden Bazoum karena dia adalah otoritas yang sah dan saya berbicara dengannya setiap hari.” (hanoum/arrahmah.id)