BANDUNG (Arrahmah.com) – Barangkali para pengamat ilmu beladiri dan persenjataan mengenal bahwa katana dari Jepang adalah pedang yang paling tajam di dunia. Pedang tipe single-edge dan melengkung itu selain dipakai ninja, juga dibawa oleh kaum samurai untuk merepresentasikan status sosialnya. Biasanya dibawa berpasangan dengan wakizashi atau tanto yang digunakan untuk close-quarter combat dimana katana digunakan untuk open-quarter combat.
Namun ternyata, berdasarkan penelitian berbasis ilmu metalurgi, pedang yang paling tajam bukanlah katana, melainkan Pedang Damaskus (Damascus Sword). Pedang Damaskus pernah digunakan oleh pemimpin Muslimin Salahuddin Al-Ayyubi pada Perang Salib III melawan tentara Kristen yang dipimpin Richard The Lionheart. Tak hanya pedangnya, helm dan baju zirah Salahuddin (lempengan logamnya) juga terbuat dari baja/logam Damaskus.
Menurut ulasan ARF yang Arrahmah kutip pada Sabtu (25/7/2015), Pedang Damaskus ini sangat kuat, namun tetap fleksibel sehingga ujung pedangnya dapat ditekuk hingga ke gagang pedang. Pedang ini juga sangat tajam sehingga dapat memotong pedang Eropa dengan mudah, bahkan dikatakan dapat memotong sehelai sutra yang dijatuhkan ke tanah.
Ciri khas Pedang Damaskus adalah adanya pattern/pola tanda air (watermark) di permukaannya. Mirip dengan keris Indonesia atau pedang Jepang memang, namun tanda air pada baja Damaskus bukan karena teknik lipatan logam, melainkan timbul secara alamiah.
Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari University of Dresden, mengungkap sebuah rahasia yang luar biasa yaitu keberadaan carbon nanotubes (CNT) di dalam Pedang Damaskus. Ternyata tanpa disadari, pembuat pedang di abad ke-12 ini menggunakan teknologi nano ketika menempa pedang tersebut. Sayangnya, teknik pembuatan pedang ini menghilang di abad ke-18.
Pada Perang Salib, pasukan Eropa dikejutkan oleh pedang yg dimiliki oleh pasukan Arab dan Persia karena dapat dengan mudah menembus baju zirah pasukan Crusader, bahkan mampu membelah tameng mereka.
Nanoteknologi mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya 0,1 sampai 100 nm (satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter). Istilah ini kadangkala diterapkan ke teknologi sangat kecil. Ruang lingkupnya juga sangat luas, bisa merambah ke berbagai bidang seperti kedokteran,robotik, fisika,dll. Sedangkan carbon nanotubes merupakan ikatan karbon yang berbentuk silinder dengan diameter 4 nanometer (1 nano=1/1.000.000.000).
Material yang digunakan bernama wootz steel, kaya akan kandungan carbon nanotubes. Material ini konon diimpor dari India, dan pembuatan Pedang Damaskus terhenti karena habisnya material ini.
Tapi apa itu nanotubes?
Dilihat dari asal katanya “nano” yang adalah ukuran, yaitu 1 nanometer sama dengan 1 per satu milyar meter. Anda bisa membayangkan betapa kecilnya itu. Tube adalah suatu bentuk seperti pipa, lihat gambar di atas (dalam dunia engineering istilah tube tidak sama dengan pipa). Carbon nanotubes adalah struktur lain dari atom karbon yang sama dengan atom karbon pada grafit yang sering kita temui sebagai bahan ujung pensil. Dan sama juga dengan atom karbon pada diamond. Dengan kata lain perbedaaannya hanya ada pada struktur kristalnya.
Lalu apa hubungangannya dengan ketangguhan dan ketajaman pedang? Carbon nanotube mempunyai karakter yang luar biasa, kekuatannya 20-30 kali kekuatan baja paling kuat, demikian pula tingkat kekerasannya. Jadi jika kita misalkan seutas kawat dengan diameter sekian milimeter mampu menahan sepenuhnya tubuh satu orang untuk menggantungkan diri dari sebuah helikopter, maka hanya dibutuhnya kawat nanotubes dengan luas penampang 1/20 dari luas penampang baja tadi. Put another way, dengan luas penampang yang sama, kawat carbon nanotube dapat menahan kurang lebih 20 kali beban yang mampu ditahan kawat baja tadi.
Baja pada umumnya mempunyai fasa dominan yang disebut ferit yang sifatnya lunak. Namun pada baja Pedang Damaskus, terdapat struktur (fasa) carbon nanotubes yang sangat kuat. Stuktur carbon nanotube tadi terdistribusi secara tertentu di dalam ferit, sehingga menghasilkan kombinasi sifat akhir yang sangat luar biasa. Itulah pedang yang ditakuti para ksatria Eropa beratus-ratus tahun lamanya, dahulu.
Dan sampai saat ini belum ada ilmuwan yang bisa menemukan bagaimana cara membuat carbon nanotubes dalam struktur mikro baja. Termasuk bagaimana membuat Pedang Damaskus dengan struktur yang sama seperti aslinya. Pelajaran penting dan mencengangkan lainnya adalah, dengan pengalaman ternyata suatu masyarakat bisa menciptakan sesuatu karya yang elegan, bahkan bisa dibilang melebihi sejarah pengetahuan itu sendiri. Luar biasa, Allahu akbar!
Baja Damaskus adalah material legendaris dari baja yang mempunyai sifat superplastis atau kemampuan untuk mengalami deformasi tetap tanpa retak hingga 1000%. Maasyaa Allah.
Dengan sifat yang unik ini maka baja Damaskus banyak digunakan sebagai material untuk membuat pedang dan senjata. Menurut mitos senjata yang dibuat menggunakan Baja Damaskus tidak akan pernah tumpul atau patah. Selain memiliki sifat superplastis baja Damaskus juga mempunyai ciri khas yaitu adanya pola air (watermarking) pada permukaannya.
Beberapa peneliti sejarah mengklaim bahwa, baja Damaskus dibuat pertama kali di India dan kemudian berkembang sampai Suriah. Nama Damaskus sendiri diberikan oleh bangsa Barat yang terlibat Perang Salib dan menjumpai senjata kaum Muslimin yang berbahan baja Damaskus di kota Damaskus, Suriah. (adibahasan/arrahmah.com)