WASHINGTON (Arrahmah.com) – Kesaksian Muslim Rohingya tentang penembakan dan penganiayaan lainnya dibenarkan oleh bukti forensik, menurut laporan oleh Dokter untuk Hak Asasi Manusia (PHR) yang memeriksa mereka di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh, lapor Reuters pada Jumat (6/7/2018).
Laporan yang akan terbit pada bulan Juli ini merupakan upaya pertama oleh para ahli medis untuk menguatkan laporan para pengungsi.
PHR yang berbasis di AS menyelidiki kekejaman massal secara global dan memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1997 karena pekerjaannya mendokumentasikan secara medis korban cedera ranjau darat.
Laporan PHR berfokus pada pengungsi dari desa Chut Pyin. Pasukan keamanan Myanmar menembaki warga sipil, memperkosa kaum wanita dan membakar rumah-rumah, tutur orang-orang yang selamat dan Rohingya dari desa-desa tetangga kepada Reuters.
Mereka memperkirakan ratusan orang terbunuh.
Pemerintah Myanmar dan militer Myanmar tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari laporan tersebut.
Para pejabat mengatakan sebelumnya bahwa pasukan keamanan melakukan operasi kontra-pemberontakan yang legal terhadap “teroris Bengali” (sebutan yang dinisbatkan pada Rohingya) dan telah menolak hampir semua tuduhan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan.
Dari 25 korban Chut Pyin yang diperiksa oleh PHR, 22 mengalami luka fisik, menurut laporan itu.
Tujuh belas menderita luka tembak, lima menderita trauma tumpul seperti dari menendang atau memukul, tiga luka-luka akibat ledakan atau luka bakar, tiga luka tembus seperti penikaman, dan dua lainnya mengalami kekerasan seksual.
“Semua pemeriksaan forensik dan rekaman medis sangat konsisten dengan penuturan para korban,” kata PHR.
“Chut Pyin mencontohkan kampanye kekerasan yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap orang-orang Rohingya” dan “harus diselidiki sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan”, kata laporan itu.
Lebih dari 700.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri melintasi perbatasan dari Myanmar sejak Agustus 2017, ketika militer Myanmar melancarkan tindakan keras menyusul serangkaian serangan gerilyawan di puluhan pos polisi dan pangkalan militer. (Althaf/arrahmah.com)