Selasa kemarin gedung di Taman Ismail Marzuki Jakarta ramai dikunjungi banyak aktivis. Selain kalangan seniman, LSM, penulis buku, juga aktivis Islam Liberal. Mereka berkumpul guna melakukan protes perampasan dan pembakaran buku pejaran sekolah yang tidak mencamtumkan sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini, sejumlah daerah, seperti: di Depok, Bogor, Indramayu, Kendari, Kuningan, Kupang, Pontianak, Purwakarta dan kota-kota lain Indonesia melakukan pelarangan dan sebagian disertai pembakara buku-buku sejarah yang menghilangkan sejarah kejahatan PKI.
“Tindakan membakar buku adalah potret ketidakmampuan berpikir, gambaran masyarakat primitif,” kutuk tokoh Kristen yang juga guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Franz Magnis Suseno. Menurut dia, aksi pembakaran buku itu menjadi gambaran bahwa sebagian masyarakat kita masih belum bisa menghargai perbedaan.
“Saya sangat malu karena kebetulan yang melakukan adalah para pemimpin kita,” tegas rohaniwan yang akrab disapa Romo Magnis ini.
“Pembakaran itu adalah sebuah pelajaran tentang kebencian,” keluh novelis yang dikenal dengan nevel-novel bertema seks, Ayu Utami.
Keputusan Jaksa Agung
Rangkaian pelarangan itu sebenarnya didasarkan putusan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh Maret 2007 tentang pelarangan buku-buku yang tidak mencantumkan kata “PKI”.
Berawal pada tanggal 9 Maret 2007, saat Jaksa Agung Muda bidang Intelijen, Muchktar Arifin dalam konferensi pers mengumumkan bahwa Kejaksaan Agung dengan SK 19/A/JA/03/2007 tertanggal 5 Maret 2007 telah melarang 13 judul buku pelajaran sejarah tingkat SMP dan SMA yang diterbitkan oleh 10 penerbit. Sebagian buku yang dilarang itu merupakan buku pelajaran kelas I SMP. Alasan pelarangan adalah tidak memuat pemberontakan Madiun dan 1965 dalam buku-buku itu serta tidak mencantumkan kata PKI dalam penulisan G30S.
Puncaknya adalah kemarahan para aktivis ’kiri’ ketika Jumat (20/7) lalu, Kejaksaan Negeri Depok membakar 1.247 buku sejarah bahan pelajaran sekolah menengah pertama dan atas. Apalagi, saat itu, pembakaran ribuan buku itu, dilakukan Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail yang juga aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Kepala Dinas Pendidikan Asep Roswanda. Kontan tindakan itu mengundang kemarahan dengan berkumpulnya aktivis LSM di Graha Budaya Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
Sejumlah LSM dan aktivis Islam Liberal juga ikut unjuk gigi yang tergabung dalam wadah ’Masyarakat Pencinta Buku Dan Demokrasi’ itu antara lain; Goenawam Muhammad (Tempo), vonelis ”seks” Ayu Utami dan Romo Franz Magnis Suseno. Ikut tanda tangan beberapa aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), ada nama Ulil Abshar Abdalla, Anick H.T, Hamid Basyaib, Lutfhi Assyaukanie, Mohamad Guntur Romli, Nong Darol Mahmada dan Siti Musda Mulia. Juga Asvi Marwan Adam, Ganjar Pranowo (sekretaris Fraksi PDI-Perjuangan DPR), Garda Sembiring (People’s Empowerment Consortium), Riri Riza (sutradara), Rizal Mallarangeng (Freedom Institute), Rosiana Silalahi (direktur pemberitaan SCTV), Santoso (direktur Kantor Berita Radio 68H), Sapariah Saturi-Harsono (wartawan, Ikatan Perempuan Pelaku Media), juga tokoh Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif.
Menjamur
Sebagaimana diketahui, selama kurun sepuluh tahun terakhir ini, di Indonesia dibanjiri buru-buku bertema ”komunis” dan marxisme. Sebuah penerbit di Yogyakarta bahkan secara khusus menerbitkan buku-buku seperti; Madilog (karya Tan Malaka), Pledoi Sudisman (tokoh utama PKI), Aku Bukan Marxis (John Molyneux), juga buku-buku Che Guevara, seorang Marxis asal Argentina.
Kasus-kasus pelarangan –bahkan sampai tingkat pembakaran—seperti ini memang tak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara Barat pun, sering terjadi.
Baru-baru lalu, beberapa penerbitan di Perancis dilarang menyebarkan buku ‘anti Semit. berdasarkan keputusan pengadilan, buku-buku anti Semit harus ditarik dari perpustakaan-pepustakaan di Perancis.
Sebelumnya, sebuah pengadilan di Perancis telah melarang buku Shamir yang berjudul “L’Autre Visage D’Israel” (Wajah Lain Israel) setelah penuntutan perkara oleh Liga Internasional Melawan Rasisme dan Anti-Semit yang berbasis di Perancis.
Pengadilan tersebut menjatuhkan denda 10.000 euro dan 3 bulan penjara bagi direktur penerbitan buku Shamir tersebut. Ditambah kompensasi 12.000 euro kepada Liga Israel itu.
Sebelum itu, di Denmark pernah terjadi pembakaran Al-Quran. Beberapa tahun lalu, ramai kecaman dunia Islam atas sikap tentara Amerika di penjara Guantanamo yang melecehkan dan melakukan pembakaran terhadap mushaf Al-Quran.
Tahun 2005, bahkan ada inisiatif dari Departeman Agama (Depag) yang akan mengkaji buku-buku bertema ”jihad”. Masalahnya, apakah reaksi kalangan LSM dan para aktivis yang bernaung di bawah ’Masyarakat Pencinta Buku Dan Demokrasi’ itu sebanding dengan sikap pembakaran Al-Quran atau pelarangan buku-buku anti Semit itu?
Sumber: Hidayatullah