DOHA (Arrahmah.id) – Episode program Syariah dan Kehidupan di Ramadhan Al Jazeera pada Kamis (13/3/2025) membahas realitas kaum muallaf di negara-negara Barat, tantangan yang mereka hadapi, serta tanggung jawab para dai dan pusat-pusat Islam dalam mendukung mereka. Program ini juga menyoroti kondisi dakwah Islam dalam situasi global saat ini.
Acara ini menghadirkan Dr. Muhammad Ali Blaw, anggota Dewan Fatwa di Inggris, yang menyatakan bahwa tidak ada statistik resmi mengenai jumlah orang yang masuk Islam di negara-negara Barat. Menurutnya, hal ini disengaja oleh pemerintah-pemerintah setempat.
Ia menambahkan bahwa meskipun jumlah muallaf di Eropa cukup besar, wilayah dengan pertumbuhan Muslim baru terbanyak justru adalah Amerika Latin. Penduduk Amerika Latin, katanya, memiliki kepercayaan yang kuat terhadap agama Kristen, berbeda dengan Eropa yang semakin didominasi oleh ateisme.
Blaw menjelaskan bahwa meskipun angka pasti sulit diperoleh, jumlah orang yang masuk Islam terus meningkat, terutama akibat peristiwa yang terjadi di Palestina serta upaya yang dilakukan oleh pusat-pusat dakwah Islam.
Menurutnya, yang terpenting bukanlah jumlah orang yang masuk Islam, melainkan kualitas pemahaman mereka terhadap agama ini. Islam harus diperkenalkan sebagai agama yang penuh kelapangan dan toleransi, tanpa adanya area abu-abu atau larangan dalam mendiskusikannya.
Islam Bertumbuh Meski Dihadang Kampanye Distorsi
Blaw menyoroti bahwa meskipun Islam terus menghadapi kampanye negatif di Barat, minat masyarakat terhadap agama ini justru semakin meningkat. Ia mengaitkan fenomena ini dengan krisis spiritual yang dialami banyak orang di Barat.
Selain itu, akhlak Muslim di negara-negara Barat juga memainkan peran penting dalam menarik perhatian orang-orang non-Muslim, karena bertentangan dengan citra negatif yang sering disebarkan oleh media. Berbagai inisiatif untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat juga turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah muallaf.
Blaw menambahkan bahwa peristiwa yang dialami Muslim di Palestina telah membawa dampak besar di dunia Barat. Banyak orang yang akhirnya memeluk Islam setelah menyaksikan penderitaan rakyat Palestina, keteguhan mereka, serta akhlak mereka dalam menghadapi ujian.
Ia menceritakan kisah seorang pria yang sebelumnya cenderung ateis, tetapi kemudian masuk Islam setelah melihat Syaikh Khalid Al-Nabhan—yang syahid—mencium jenazah cucunya, Ruh Al-Ruh, sebelum menguburkannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan.
Di Inggris, seorang wanita non-Muslim juga mengaku terkejut ketika menyaksikan seorang ibu di Gaza mengantar jenazah anaknya sambil berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Ya Allah, ambil darah kami hingga Engkau ridha.” Wanita tersebut kemudian mencari tahu tentang Islam, dan ketika ia membuka Al-Qur’an untuk pertama kalinya, ia langsung melihat ayat:
“Bagi mereka tempat kediaman yang damai di sisi Tuhan mereka.” (QS. Yunus: 25)
Ayat ini menjadi sebab hidayah baginya hingga akhirnya ia memeluk Islam.
Dakwah dengan Kemuliaan
Blaw menegaskan bahwa para dai dan pusat-pusat Islam harus berdakwah dengan penuh kemuliaan, bukan dengan sikap meminta-minta agar orang tertarik kepada Islam.
“Islam adalah agama yang mulia, dan dakwah pun harus dilakukan dengan penuh izzah (kemuliaan), bahkan saat mengajak non-Muslim,” tegasnya.
Selain itu, seorang dai harus mampu membangkitkan semangat keimanan pada orang yang diajaknya. Ia mencontohkan Nabi Muhammad ﷺ yang mengutus Mush’ab bin Umair—seorang pemuda kaya dan berkecukupan—ke Madinah, yang kemudian berhasil mengubah kota itu menjadi pusat kehidupan Islam.
Meskipun Mush’ab wafat dalam usia muda, hampir seluruh kaum Anshar yang ikut dalam Perang Khandaq, Bai’at Aqabah, dan Pembebasan Makkah adalah orang-orang yang masuk Islam melalui dakwahnya.
Blaw juga menekankan pentingnya memahami fikih prioritas dalam berdakwah. Menurutnya, dai seharusnya tidak terjebak dalam permasalahan pinggiran yang justru bisa menghalangi seseorang untuk masuk Islam. Ia mencontohkan isu jilbab, yang sebaiknya tidak dijadikan sebagai penghalang bagi perempuan yang tertarik pada Islam. Sebaliknya, jilbab perlu diperkenalkan sebagai kewajiban dalam Islam yang pelaksanaannya bertahap dan tidak menghalangi seseorang untuk memeluk agama ini.
Ia juga mengingatkan agar Muslim tidak meremehkan peran besar media sosial dalam dakwah. Banyak orang yang masuk Islam berkat konten dakwah di platform digital. Selain itu, inisiatif seperti meja informasi Islam di universitas, bandara, dan pusat perbelanjaan juga telah membantu menyebarkan Islam di Inggris.
Di berbagai kampus Inggris, misalnya, para mahasiswi Muslim mulai mengadakan acara mingguan “Hari Jilbab”, yang bertujuan untuk memperkenalkan hijab kepada non-Muslim. Blaw menekankan bahwa saat ini, perempuan memainkan peran penting dalam dakwah Islam di negara-negara Barat.
Sebagai penutup, Blaw menegaskan bahwa tanggung jawab dakwah bukan hanya milik para ulama dan dai, tetapi kewajiban setiap Muslim dan Muslimah.
“Setiap Muslim harus berdakwah sesuai dengan kemampuan dan sarana yang dimilikinya. Jangan pernah meremehkan sekecil apa pun usaha dalam menyeru manusia kepada Allah,” pungkasnya.
(Samirmusa/arrahmah.id)