LONDON (Arrahmah.com) – Pemerintah Inggris sedang menggodok rencana untuk melarang para imam masjid berbicara dalam bahasa apapun selain Inggris saat menyampaikan khutbah mereka dalam rangka menangkal tersebarnya pidato kebencian, metro.co.uk melaporkan pada Senin (13/3/2017).
Satuan tugas “kontra-ekstremisme” sedang membuat rencana kerja yang didasarkan pada kekhawatiran bahwa penggunaan bahasa asing selama khotbah dapat mendorong tersebarnya ide-ide membahayakan.
“Jika imam berbicara dalam bahasa lain, hal itu mempersulit kami untuk mengetahui apakah radikalisasi berlangsung atau tidak,” sumber staf senior pemerintah menyatakan kepada Telegraph.
Kekhawatiran bahwa memperkenalkan lisensi imam baru bagi mereka yang sudah tinggal di Inggris mungkin akan melanggar undang-undang kebebasan beragama telah menyebabkan staf mengesampingkan itu, lansir media.
Imam non-Uni Eropa sudah harus membuktikan bahwa mereka berbicara bahasa Inggris sebelum mendapatkan visa dan beberapa negara Timur Tengah sudah memaksa imam-imam tersebut menerbitkan khotbah mereka dalam bahasa Inggris secara online untuk membuktikan apa yang mereka katakan.
Pada tahun 2007 hanya 8 persen dari para imam lahir di negeri ini dan dari 300 masjid yang disurvei hanya 6 persen dari imam berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa pertama mereka.
Ketika menjabat Sekretaris Dalam Negeri, Theresa Mei mencoba untuk menindak ‘ekstremisme Islam’.
Perdana Menteri David Cameron mengatakan tahun lalu bahwa imam harus berbahasa Inggris untuk mencegah jamaah dari ‘retorika beracun’ Negara Islam. Menurutnya, MP Gareth Johnson benar karena mengatakan bahwa berbahasa Inggris ‘memiliki efek pemersatu’ dan ‘membantu menciptakan identitas nasional.” (althaf/arrahmah.com)