BEIRUT (Arrahmah.com) – Pemerintah LIbanon memutuskan memperpanjang jam malam dan karantina wilayah selama dua pekan untuk menahan penyebaran Covid-19. Kebijakan ini disambut protes dan unjuk rasa warga di Tripoli, Beirut, dan Sidon.
Ratusan massa mengecam penghentian ekonomi dan kegagalan pemerintah memberikan alternatif kepada rakyat. Massa menuntut kompensasi finansial untuk keluarga miskin yang tidak dapat bekerja akibat pemberlakuan lockdown.
“Tertular Covid-19 dan meninggal karena itu lebih mudah daripada membuat keluarga saya dan saya sendiri mati kelaparan,” kata salah satu pengunjuk rasa dikutip Arab News, Rabu (27/1/2021).
Para pengunjuk rasa di Tripoli turun ke Al Nour Square pada Senin setelah berhari-hari melakukan protes di luar rumah pejabat kota. Salah satu pengunjuk rasa mengatakan Covid-19 tidak membuat mereka takut.
“Kami tidak bisa lagi menolerir kehidupan yang dipermalukan ini. Pejabat yang berkuasa telah kelaparan dan merampok kami,” ucap dia.
Unjuk rasa ini terjadi secara spontan mengingat daerah tersebut tergolong miskin dan warganya bekerja dengan upah harian.
Aksi unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan. Massa bentrok dengan petugas keamanan, tentara, dan Pasukan Keamanan Dalam Negeri. Mereka saling melemparkan batu dan botol air.
Kerusuhan berakhir dengan puluhan penangkapan. Beberapa personel militer dikerahkan untuk mengendalikan situasi di Al Nour Square dan sekitarnya. Polisi anti huru hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa.
Palang Merah Libanon mengatakan pihaknya membawa enam ambulans ketika 41 orang terluka selama protes. Organisasi tersebut memindahkan 12 orang ke rumah sakit, sementara 29 orang dirawat di tempat kejadian.
Untuk mendukung protes di Tripoli, puluhan orang berkumpul di Jembatan Lingkar di pusat kota Beirut.
Aktivis berkumpul di Lapangan Elia Sidon untuk berjaga, di tengah langkah-langkah keamanan. Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan yang mengecam keputusan sewenang-wenang otoritas politik, yang menurut mereka memperburuk keruntuhan ekonomi.
Protes meluas ke Taalbaya di Bekaa dan kota pesisir Jiyeh. Para pengunjuk rasa pindah dari lingkungan miskin di Beirut ke Corniche el Mazraa dan memblokir jalan, tetapi polisi anti huru hara membukanya kembali.
Menteri Sosial dan Pariwisata di pemerintahan sementara Ramzi Musharrafieh mengatakan pada hari Selasa bahwa 230 ribu keluarga di Lebanon mendapat manfaat dari bantuan dan telah menerima 400 ribu pound Lebanon (US$ 263) per bulan sejak awal pandemi Covid-19. Dia mengklaim bahwa 25 persen rakyat Lebanon tidak membutuhkan bantuan. (Hanoum/Arrahmah.com)