ANKARA (Arrahmah.com) – Lira Turki merosot ke rekor terendah baru 7,24 terhadap dolar di perdagangan Asia Pasifik, di tengah kekhawatiran para investor atas keadaan ekonomi dan hubungan yang memburuk dengan Amerika Serikat.
Pada 19:03 GMT Minggu (12/8/2018) – awal Senin pagi di Asia Pasifik – lira berada di 7,06 melawan dolar, setelah menyentuh 7,24 sebelumnya.
Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Minggu (12/8) mengatakan jatuhnya lira Turki, yang dipicu oleh perselisihan sengit dengan Amerika Serikat, ini adalah “rekayasa politik” melawan Turki dan memperingatkan bahwa Ankara sekarang akan mencari pasar dan mitra baru.
Perselisihan antara dua sekutu NATO ini – yang mencapai intensitas baru atas penahanan seorang pendeta Amerika di Turki – telah membuat lira merosot dan juga menimbulkan pertanyaan tentang kemitraan masa depan antara Washington dan Ankara.
Erdogan mengindikasikan ia tidak berminat untuk menawarkan konsesi pada Amerika Serikat, atau pasar keuangan.
“Tujuan operasi itu adalah untuk membuat Turki menyerah di semua bidang, dari keuangan hingga politik,” kata Erdogan kepada para anggota partai yang berkuasa di kota Laut Hitam, Trabzon.
“Kami sekali lagi menghadapi rekayasa politik, di bawah tangan. Dengan izin Tuhan, kami akan mengatasi ini,” tambahnya.
Erdogan memperlihatkan pada dunia bahwa ia tidak peduli pada tindakan sanksi yang dikenakan oleh AS, mengatakan Turki bisa beralih ke mitra lain dan menyebut krisis Turki sebagai “perang ekonomi”.
“Kami akan memberikan jawaban kami, dengan beralih ke pasar baru, kemitraan baru dan aliansi baru, kepada orang yang mengobarkan perang ekonomi terhadap seluruh dunia dan termasuk negara kami,” kata Erdogan.
“Saat seseorang menutup pintu, banyak yang akan membuka yang baru,” tambah Erdogan, yang telah membangun hubungan yang lebih erat selama beberapa tahun terakhir dengan negara-negara dari Amerika Latin, Afrika hingga Asia.
“Kami hanya bisa mengatakan ‘selamat tinggal’ kepada siapa saja yang mengorbankan kemitraan strategisnya dan aliansi yang telah berusia setengah abad dengan negara berpenduduk 81 juta ini demi hubungan dengan kelompok-kelompok teror,” katanya.
“Anda berani mengorbankan 81 juta Turki untuk seorang pendeta yang terkait dengan kelompok-kelompok teror?”
Pastor Amerika Andrew Brunson telah ditahan sejak Oktober 2016 atas tuduhan teror dan spionase, dan jika terbukti bersalah, dapat menghadapi hukuman penjara 35 tahun. Trump telah menggambarkan penahanannya sebagai “total aib” dan mendesak Erdogan untuk membebaskannya segera.
Delegasi yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Turki Sedat Onal gagal untuk mengamankan kesepakatan Rabu pekan lalu dalam pembicaraan di Washington terkait sejumlah masalah termasuk Brunson.
Washington awal bulan ini sudah memberlakukan sanksi terhadap pejabat senior Turki atas kasus Brunson, membuat marah Erdogan dan mendorong tindakan pembalasan oleh Ankara.
Di Trabzon, Erdogan membenarkan laporan media bahwa Washington memberi delegasi Onal batas waktu untuk pembebasan Brunson.
“Mereka mengatakan kepada kami untuk melepaskan pendeta itu pada Rabu pukul 18:00, jika tidak, sanksi akan dimulai,” kata Erdogan, menambahkan Turki bukan negara yang menyetujui permintaan tersebut.
Dia mengatakan tanggapan Turki tidak akan didasarkan pada “timbal balik”, menambahkan: “Mereka yang melakukan kejahatanlah yang akan membayar harganya.” (Althaf/arrahmah.com).