(Arrahmah.com) – Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk melindungi diri dan keluarganya dari api neraka. Ini penting menjadi perhatian setiap Muslim yang beriman. Sebab ukuran kesuksesan dan kebahagiaan manusia di akhirat kelak adalah ketika dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Dengan Apa dan Bagaimana Seseorang Melindungi Diri dan Keluarganya dari Api Neraka?
Menurut Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, makna “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, adalah lakukanlah ketaatan kepada Allah dan tinggalkan maksiat serta suruhlah mereka untuk berdzikir kepada Allah. Maka dengannya Allah selamatkan kalian dari api neraka”. Sementara Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, makna “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, adalah “didiklah mereka dan ajarkan ilmu kepada mereka (addibhum wa ‘allimuhum)”. Sedangkan Muqatil dan Ad Dhahak berkata, makna “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, adalah, “Engkau memerintahkan mereka untuk mentaati Allah dan mencegah mereka dari bermaksiat kepada Allah, hendaklah engkau menegakkan perintah Allah teradap mereka, memerintahkan mereka dengan perintah Allah dan membantu mereka dalam urusan tersebut, dan jika engkau melihat kemaksiatan dari mereka maka hendaklah engkau menghardik mereka”.( Tafsir Ibnu Katsir: 4/391 ).
(1). Bekali Keluarga dengan Ilmu
Ilmu merupakan perkara yang sangat penting dan dipentingkan oleh Islam. Ia merupakan poros dan asas kebaikan. Dengan ilmu seseorang mengenali kebaikan yang mengantarkan ke surga dan dapat membedakannya dengan keburukan yang menjerumuskan ke neraka. Dengan ilmu pula seorang Muslim dapat mengetahui tugas dan kewajibannya kepada Allah.
Singkatnya, ilmu adalah bekal sekaligus panduan dalam mengarungi kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Bahkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka dengan itu Allah mudahkan baginya jalan menuju surga” (terj. HR. Muslim). Dimudahkan masuk surga mengandung makna dijauhkan dari neraka.
Dalam Islam mencari ilmu hukumnya wajib, sebagaimana diterangkan oleh banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya sebuah hadits yang diriwatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mencari ilmu hukumnya fardhu (wajib) bagi setiap Muslim” (terj. HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu dalam ajaran Islam kewajiban seorang kepala keluarga dalam rangka membimbing keluarganya menggapai ridha Allah, selamat dari neraka adalah dengan mengajarkan ilmu kepada mereka. Paling tidak seorang Muslim belajar Ilmu fardhu ‘ain dan mengajarkannya kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya, yakni anak dan istrinya.
(2). Didik Mereka Menjadi Pribadi Yang Beradab
Menurut Ali bin Abi Thalib raadhiyallahu ‘anhu, makna quu anfusakum wa ahlikum nara dalam ayat tersebut adalah addibhum wa ‘allimhum; didik (tanamkan adab) dan ajarkan ilmu kepada mereka.
Seorang Ilmuwan Melayu Syed Naquib al-Attas mengatakan, Sebab utama berbagai masalah dunia Islam saat ini adalah problem ilmu dan ketiadaan adab (the loss of adab). Oleh karena itu menurut beliau, solusi mendasar bagi persoalan ummat Islam saat ini adalah pendidikan berbasis adab. Beliau menyebutnya dengan istilah ta’dib.
Ini penting menjadi perhatian, mengingat pendidikan formal saat ini telah kehilangan ruh adab. Berbagai kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak muda dan pelajar merupakan salah bukti, lembaga pendidikan formal hampir gagal menanamkan adab kepada para peserta didik. Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan berbasis adab yang bermula dari pendidikan keluarga. Karena memang pada asalnya tanggung jawab utama dan pertama pendidikan (ta’lim dan ta’dib) terhadap anak adalah pada orang tua.
Tentu saja yang dimaksud dengan adab di sini bukan sekadar sopan santun dan tata krama terhadap sesama manusia. Tetapi adab yang mencakup adab kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama manusia seperti adab kepada orang tua, guru, kawan, dan sebagainya. Karena pada hakekatnya makna adab dalam bahasa Islam adalah memberikan kepada yang berhak haknya. Memuliakan yang harus dimuliakan dan tidak memuliakan yang tidak pantas dimuliakan.
(3). Ajak Keluarga Melakukan Ketaatan
Upaya selanjutnya dalam rangka melindungi diri dan keluarga dari apai neraka adalah senantiasa melakukan ketaan kepada Allah dan meninggalkan maksiat serta menyuruh mereka untuk melakukan hal itu. Karena makna, “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” adalah “lakukan ketaatan kepada Allah dan tinggalkan maskiat kepada-Nya”, kata Ibnu Abbas dan “Engkau memerintahkan mereka untuk mentaati Allah dan mencegah mereka dari bermaksiat kepada Allah”, kata Muqatil dan ad-Dhahak.
Ketaatan pertama yang harus menjadi perhatian seorang Muslim dan mendidik keluarganya adalah tauhid dan shalat. Sebab tauhid merupakan kebaikan yang paling baik. Karena kebaikan dan ibadah yang dikerjakan seor ang hamba harus tegak di atas tauhid. Tauhid merupakan kunci syurga dan jalan keselamatan dari neraka. Bahkan tauhid merupakan tujuan hidup manusia di dunia ini. Oleh karena itu seluruh nabi dan Rasul diutus oleh Allah untuk mengajak manusia mentauhidkan Allah Ta’ala.
Sedangkan shalat merupakan tiang agama dan rukun Islam yang kedua. Ia juga merupakan pembeda antara Muslim dan Kafir atau Musyrik. Imam Ibn Katsir rahimahullah ketika menafsirkan, “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, mengatakan, Termasuk bagian dari makna ayat ini adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidziy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkan anak kalian melakukan shalat bila telah berusia, dan bila telah berusia sepuluh tahun maka pukullah jika enggan melakukan shalat”. (Terj. HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidziy).
Ayat dan hadits di atas menegaskan pentingnya peran orang tua dalam mendidik anaknya mendirikan shalat. Hal ini sekaligus merupakan realisasi dari ayat, “Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya”. (terj. Qs. Thaha:132).
(4). Larang Keluargamu Melakukan Maksiat
Selain ilmu, adab, dan perintah melakukan ketaatan, upaya melindungi dan membentengi diri dari api neraka hendaknya dilakukan pula dengan melarang mereka dari berbuat maksiat. Hal ini juga meruapkan bagian dari makna “qu anfusakum wa ahlikum nara”, sebagaimana dikatakan oleh Muqatil dan Ad-Dhahak.
Maksiat pertama yang harus dihindarkan dari keluarga kita adalah syirik. Sebab syirik merupakan dosa yang akan menyebabkan pelakukan kekal dalam neraka. Orang yang melakukan kesyirikan dan meninggal dunia dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa syirik, maka dosanya tidak diampuni (Qs.4:48) dan ia kekal dalam neraka, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang yang berbuat syirik maka Allah haramkan bagina surga dan tempatnya ialah neraka. Tidak ada bagi orang-oranag dzalim itu penolong sedikitpun”. (terj. Qs. Al-Maidah:72).
Saking besarnya bahaya dosa sirik ini Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam memohon secara khusus kepada Allah agar diri dan anak keturunannya dihindarkan dari kesyirikan. “Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata, wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman, dan jauhkan aku serta anak keturunanku dari menyembah berhala”. (terj. Qs. Ibrahim:35).
Selanjutnya maksiat yang harus dijauhkan oleh seorang Muslim dari keluarganya adalah dosa-dosa besar seperti riba, zina, khamr, judi, sihir, dan sebagainya. Lalu kemudian dosa-dosa kecil dan perilaku tercela lainnya. Dan hendaknya seorang Muslim tidak meremehkan perbuatan dosa, sekecil apapun dosa tersebut. Karena setiap dosa mengundang kemurkaan Allah Ta’ala. Dosa kecil yang dilakukan terus-menerus dan disertai sikap meremehkannya akan menjelma akan menjadi besar siksanya di sisi Allah.
(5). Bimbing Keluarga Untuk Selalu Ingat Kepada Allah dan Berdzikir Kepada-Nya
Diantara makna ayat, “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, sebagaimana diatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan melakukan ketaatan kepada Allah, meninggalkan maksiat, dan menyuruh mereka untuk berdzikir kepada Allah. Beliau menyebutkan dzikir, padahal dzikir merupakan bagian dari ketaatan terhadap perintah Allah (misal, Qs. Al-Baqarah:152, Qs. Al-Ahzab:41, Qs. Al-A’raf: 205, dsb). Hal ini untuk menekankan pentingnya ibadah dzikir dalam kehidupan seorang hamba. Karena dzikir merupakan sebab memperoleh ampunan (maghfirah) dan pahala yang besar (Qs. 33:35), sumber dan kunci ketenangan hati (Qs. 13:28)
Dalam banyak haditsnya Rassulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan fadhilah (keutamaan) dan kedudukan dzikir. Diantaranya sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidziy dan Ibnu Majah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa dzikir merupakan sebaik-baik amalan, paling suci di sisi Allah, mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah, dan lebih baik dari menginfakkan emas, dan perak, dan lebih baik dari bertemu dan berperang melawan musuh. Dalam hadits lain Nabi mempermisalkan orang berdzikir seperti orang hidup dan orang yang tidak berdzikir seperti orang mati.
Selain itu ibadah dzikir juga memiliki banyak manfaat, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan sampai enam puluh manfat dzikir dalam kaitabnya al-wabilus Shayyib. Oleh karena itu sepantasnya seorang Muslim khususnya kepala keluarga menganjurkan keluaganya; anak dan istrinya untuk memperbanyak dzikir kepada Allah. Hal ini termasuk salah satu langkah seorang menghindarkan keluaranya dari neraka.
(6). Akhirnya Berpulang Pada Ilmu, Keteladanan, dan Do’a
Langkah dan upaya menjaga diri dan keluarga dari neraka seperti dijelaskan di atas tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa taufiq Allah kemudian ilmu dan keteladanan. Oleh karena itu setelah menempuh usaha-usaha di atas yang tegak di atas ilmu seseorang hendaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Ta’ala melalui do’a. Wallahu a’lam bish Shawab.
Sumber: wahdah.or.id
(*/Arrahmah.com)