RAKHINE (Arrahmah.com) – Dua insiden penembakan di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, telah menewaskan lima warga Muslim Rohingya, termasuk dua orang anak.
Kasus kematian lima orang muslim Rohingya ini, seperti dikutip dari Radio Free Asia pada Selasa (6/10/2020), menjadi korban terbaru dalam peperangan di bagian utara negara bagian Rakhine.
Pembunuhan hari Senin lalu semakin menguatkan tuduhan lama bahwa militer Myanmar kerap mewajibkan warga sipil sebagai perisai manusia dalam pertempurannya dengan milisi Myanmar.
“Mereka telah mengambil total 15 penduduk desa untuk digunakan sebagai pemandu lokal,” kata seorang penduduk desa Pyin Shae di Buthidaung, Rakhine, yang meminta namanya tidak disebutkan karena alasan keamanan.
Warga Rohingya yang kala itu dipaksa untuk mengikuti perintah militer Myanmar adalah anak-anak yang menggembalakan ternak dan seorang pria lanjut usia.
“Saya mendengar militer telah mengambil anak-anak yang sedang menggembalakan ternak,” kata Aung Thaung Shwe, seorang anggota parlemen dari kotapraja Buthidaung. Pertempuran itu menyebabkan dua orang tewas, dan satu orang lagi dikirim ke Rumah Sakit Buthidaung.
Juru bicara militer Myanmar Mayjen Zaw Min Tun membantah bahwa penembakan terhadap korban dilakukan oleh tentara pemerintah. Dia menuduh bahwa milisi AA lah yang menembaki warga sipil.
“Tidak benar ada pertempuran dengan militer,” kata Zaw Min Tun kepada RFA, Selasa. “Pasukan kami pergi ke sana setelah mendengar ledakan. Mereka [AA] pasti yang membunuh mereka bertiga.”
Zaw Min Tun menambahkan bahwa pihaknya sedang meneliti lebih lanjut terkait berita tersebut setelah ditanya mengapa akun militer bertentangan dengan kesaksian penduduk desa.
Adapun juru bicara milisi AA, Khine Thukha, mengatakan kepada RFA bahwa penembakan meletus ketika pasukan militer Mynmar menangkap penduduk desa Pyin Shae sebagai pekerja paksa.
Khine Thukha menuduh militer berusaha menutupi kekejaman tersebut dengan mengarang cerita bahwa warga sipil telah terluka dan dibunuh oleh milisi AA.
Penembakan di Jembatan
Adapun tiga pria Rohingya yang ditembak mati oleh tentara Mynmar di jembatan diidentifikasi bernama Nur Mahmad (40), Noru Salam (50), dan Mar Dawlar (45) yang kesemuanya berasal dari desa Latma.
“Mereka menembakkan senjata dari jembatan sambil berteriak, ‘Tembak, tembak mereka,’” kata seorang warga senior setempat yang meminta namanya tidak disebutkan karena alasan keamanan.
Ketiga pria muslim Rohingya tersebut sedang mendayung perahu mereka di pagi hari di sebuah sungai dekat pasar Myo Ma, ketika tentara Myanmar menembak.
Pihak militer mengatakan bahwa ketiga warga Rohingya ini telah melanggar jam malam dan mencoba melarikan diri ketika coba diinterograsi. Militer menduga mereka terkait dengan milisi.
Maung Than Hlaing, administrator desa Latma, mengatakan kepada RFA bahwa tiga pria yang terbunuh dari desanya tidak memiliki hubungan dengan milisi mana pun.
“Ketiga penduduk desa itu adalah buruh harian,” katanya “Mereka mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan serabutan. Mereka tidak terkait dengan kelompok bersenjata mana pun”. (Hanoum/Arrahmah.com)