TUNIS (Arrahmah.id) — Pemerintah Tunisia memecat dua petinggi Badan Intelijen Nasional yang lalai dalam menjalankan tugasnya. Pasalnya, mereka bertanggung jawab atas kaburnya lima narapidana kasus terorisme dari penjara Mornaguia pada Selasa (31/10/2023).
Kementerian Dalam Negeri Tunisia mengatakan, seperti dilansir BBC (1/11), lima narapidana kasus terorisme melarikan diri dari penjara pada pagi hari.
Salah satu narapidana adalah Ahmed Melki yang terlibat rencana pembunuhan sejumlah politikus oposisi di Tunisia usai revolusi pada 2011. Ia ditangkap pada 2014 dan ditetapkan bersalah pada 2017 dengan hukuman 24 tahun penjara.
Dia terbukti ikut terlibat dalam pembunuhan politikus sayap kiri, Chokri Belaid pada 6 Februari 2013. Warga negara Somalia itu disebut tergabung dalam anggota ekstremis.
Setelah revolusi pada 2011 yang melengserkan diktator Zainal Abidine Ben Ali, Tunisia menjadi markas kelompok jihadis dan menyulut timbulnya krisis politik hingga kasus kekerasan.
Tunisia telah menerjunkan aparat keamanan untuk menangkap para narapidana. Pasalnya, mereka dikenal sebagai orang yang sangat berbahaya dan mengancam keselamatan warga.
“Kami sudah mengintensifikasi unit dalam mencari dan menangkap pelaku sesegera mungkin. Kami juga meminta warga melaporkan ke polisi apabila melihat mereka untuk membantu proses penangkapan,” terangnya.
Pemerintah Tunisia sudah menyebarkan foto-foto narapidana di media sosial dan jalan agar warga mengetahui wajah mereka.
Menurut data dari Crisis Group pada Juni 2021, sekitar 2.200 orang telah ditahan menyusul ditetapkannya hukum anti-terorisme pada 2015. Sebanyak 160 orang telah divonis hukum atas aksi kekerasan di teritori Tunisia. Selain itu, terdapat 10 teroris asal Tunisia yang diekstradisi ke negara asalnya.
Otoritas Tunisia juga menjatuhkan vonis hukuman penjara 15 bulan kepada pemimpin Partai Ennahdha, Rached Ghannouchi. Ia dituding mendukung aksi teror dan kebencian di negara Afrika Utara tersebut.
Dilaporkan Associated Press, Ghannouchi selama ini dikenal sebagai sosok yang lantang menyuarakan kritik kepada Presiden Kais Saied. Bahkan, partainya sempat memimpin parlemen, tapi kedudukan itu diambil alih oleh Saied pada Juli 2021.
Vonis ini menjadi lanjutan sikap Saied yang mengarah otoritarian dalam beberapa tahun terakhir. Pasalnya, ia sudah menangkap sejumlah pemimpin oposisi di Tunisia yang kerap melontarkan kritik padanya dengan alasan yang tidak jelas. (hanoum/arrahmah.id)