(Arrahmah.com) – Mujahid Samir Saleh Abdullah Al-Suwailam atau yang lebih dikenal dengan Komandan Khattab Rahimahullah adalah seorang Komandan jihad dari Arab yang telah meninggalkan semua gemilang kehidupan dunia fana untuk berjihad di jalan Allah sejak usianya masih muda.
Mujahid gagah berani yang syahid pada Maret 2002 lalu ini merupakan salah satu pemuda Islam yang memenuhi seruan jihad pertamanya pada puncak jihad Afganistan melawan Uni Sovyet pada tahun 1987, di mana para pemuda Islam dari berbagai belahan dunia berbondong-bondong datang ke Afghanistan.
Beliau menuntaskan latihannya di kamp dekat Jalalabad dan berdiri di garis depan. Salah seorang pelatihnya adalah Hassan As-Sarehi, Komandan Operasi Sarang Singa di Jaji, yang begitu terkenal. Dengan keberaniannya di medan jihad, enam tahun kemudian, beliau pun menjadi salah satu mujahid yang diperhitungkan dunia. Setelah itu, beliau melanjutkan perjuangannya di bumi jihad lainnya, seperti Tajikistan dan Chechnya.
Selain berani, Komandan Khattab yang dijuluki sebagai The Lion of Chechnya ini juga sangat ditakuti oleh tentara Rusia. Bersama Mujahidin Shamil Basayev dan Salman Raduyev, beliau sampai dicap oleh pemerintah Rusia sebagai the most wanted and dangerous man in Chechnya.
Perjalanan Sang Komandan untuk masuk ke Chechnya bukanlah tanpa lika-liku. Namun semua beliau jalani penuh perjuangan. Berikut kisah lengkap perjalanan Sang Singa Chechnya yang dikumpulkan oleh Abu Youssef dan diterjemahkan oleh Tim Muqawamah Media pada Sabtu (1/11/2014).
***
Beliau berangkat ke Chechnya setelah beliau dan saudara-saudaranya selesai berjihad di Tajikistan selama kurang lebih 2 tahun. Lalu beliau kembali ke desa para muhajirin yaitu Desa Babeey (dekat Kota Peshawar, Pakistan) untuk menyusun rencana dan membeli beberapa perlengkapan pokok kemudian menghubungi beberapa orang ikhwah yang ada di luar supaya bergabung dengan mereka, mereka memanfaatkan telepon satelit yang ada di dalam ruang tamu di desa tersebut.
Di sebelah ruang tamu tempat mereka menginap ada seorang ikhwah yang merupakan salah satu mujahid senior, namanya Hamzah Al Ghamidi (Ad Dabbus), ia tertarik pada bidang media informasi dan ia sudah pernah membuat film dokumenter yang berjudul Raayah Az Zahf. Di dalam film tersebut ia mengumpulkan berbagai cuplikan rekaman video dari Palestina, Kashmir, Tajikistan, Chechnya, dan tempat-tempat lain dimana kaum muslimin tengah dilanda konflik.
Ketika Khattab menonton film tersebut beliau merasa terkesan, khususnya apa yang tengah terjadi di Chechnya, beliau menyaksikan para penduduknya mengenakan ikat kepala bertuliskan Laa Ilaaha Illa Allah. Maka beliau pun menghubungi para ikhwah yang sedang berada di luar Pakistan dan bertanya kepada mereka bagaimana caranya agar dapat sampai ke Chechnya, beliau sangat terobsesi untuk mengumpulkan peta Chechnya dan informasi-informasi berkenaan dengannya. Beliau menghubungi beberapa orang ikhwah yang ada di berbagai negara hanya untuk mengumpulkan peta Chechnya, sedangkan informasi mengenai Chechnya saat itu sangat susah untuk didapatkan.
Akhirnya setelah menghubungi ke sana ke mari dan menyusun rencana, beliau pun berangkat menuju ke salah satu negara teluk untuk mencari sebuah perusahaan maskapai yang bisa mendaratkan mereka ke bandara Grozny. Karena status Chechnya yang merupakan kawasan otonomi dari Rusia, maka tidak ada yang boleh mendarat di bandara Grozny kecuali melalui jalur bandara Moskow atau salah satu negara otonomi Rusia lainnya.
Kemudian salah seorang ikhwah ada yang menyarankan agar kami berangkat dari Karachi menuju Kota Baku, ibukota Azerbaijan yang posisinya paling dekat dengan Chechnya. Akhirnya beliau pun berangkat dari Karachi menuju Ashgabad (ibukota Turkmenistan) kemudian langsung bertolak menuju Baku. Sesampainya di bandara beliau disambut oleh seorang ikhwah berkebangsaan arab, ia mengabarkan bahwa untuk masuk (ke dalam Chechnya) sangatlah sulit. Saat itu adalah pergantian tahun 1994-1995, maka beliau pun menetap di Baku selama beberapa hari sampai seorang ikhwah berkebangsaan Tajikistan yang biasa dipanggil dengan Shalahuddin menemui beliau. Kemudian keduanya melakukan sedikit persiapaan.
Saat itu beliau mendapatkan surat sebanyak dua lembar dari Syaikh Fathi Asy Syisyani, maka Khattab pun merasa sangat bergembira karena mengetahui bahwa Syaikh Fathi mengiriminya surat. Syaikh FathiRahimahullah termasuk salah seorang yang turut berjihad di Afghanistan, di dalam suratnya beliau memberitahukan kepada Khattab bahwa kondisinya sedang sangat susah sehingga untuk masuk sangatlah sulit, beliau menyampaikan beberapa kebutuhannya kemudian menutup suratnya dengan berkata: “Ketahuilah wahai saudaraku Ibnu Khattab, bahwa Chechnya sudah ditembus oleh media dari luar.” Maka secara spontan Khattab pun berkata, “Demi Allah inilah yang saya cari!!”
Maka mulailah beliau menyiapkan diri untuk masuk, beliau merencanakannya secara matang dengan beberapa orang yang mengetahui jalur untuk masuk, kemudian beliau masuk ke Chechnya dengan cara menyeberangi perbatasan Republik Azerbaijan secara ilegal hingga sampai ke Dagestan. Dagestan juga merupakan wilayah otonomi di bawah kekuasaan Rusia.
Beliau ditampung oleh seorang ikhwah di Kota Makhachkala, ibukota Dagestan, kemudian beliau berkenalan dengan Syaikh Bahauddin di Kota Khasavyurt. Syaikh Bahauddin memiliki sebuah madrasah yang bernama Madrasah Al Hikmah yang mengajarkan kitab-kitab salaf. Saya sendiri pernah mengunjungi Syaikh Bahauddin dan mengunjungi madrasah beliau, saya juga melihat-lihat perpustakaannya yang dipenuhi dengan kitab-kitab salaf dan ada beberapa naskah kuno. Kebanyakan murid-murid Syaikh lah yang banyak berperan – tentunya setelah Allah – dalam mengatur jalur masuk bagi Khattab. Mereka adalah para ikhwah pilihan yang sekaligus menjadi bibit jihad salafi di kawasan ini, mengingat mereka adalah yang sejak awal memasukkan segala kebutuhan pokok termasuk pasokan ke dalam kawasan ini, dan membuka jalan bagi para ikhwah yang ingin turut membantu permasalahan di Chechnya.
Para ikhwah yang berasal dari Dagestan bekerja keras untuk melayani jihad Chechnya dan membantu meringankan kebutuhan para ikhwah yang ada di Chechnya. Mereka telah terbiasa berbicara dengan bahasa arab secara fasih dan mereka hafal banyak surat Al-Quran. Setau saya mayoritas dari mereka gugur syahid di Chechnya, kami mengira bahwa mereka adalah bagian dari para syuhada. Kami memiliki sebuah ma’had dakwah di pesisir Baku, dan para ikhwah dari Dagestan inilah yang mengajar di sana dengan di bawah bimbingan seorang pelajar asal Yordania bernama Muhammad Ali alias Abu Hamzah, ia adalah seseorang yang mahir dalam urusan ilmu hadits. Dimanapun para ikhwah Dagestan ini ditempatkan, mereka selalu memberikan kesan yang baik.
Khattab pun mulai masuk ke Chechnya dan pergi ke Distrik Vedeno, di sana beliau bertemu dengan Syaikh Fathi. Syaikh Fathi adalah seorang sosok yang dicintai oleh semua orang, beliau memiliki andil dalam urusan dakwah dan menyebarkan kebaikan namun beliau tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam bidang militer. Sering kali beliau berbicara kepada kami betapa menyesalnya beliau ketika berada di kancah jihad Afghan, beliau tidak mencari pengalaman militer. Namun beliau adalah seseorang yang mahir dalam bidang sistem komunikasi nirkabel, sehingga ketika di Afghanistan dahulu beliau mengajarkan kemahirannya tersebut kepada sebagian orang Afghan.
Di Vedeno Syaikh ditemani oleh sekumpulan ikhwah dari Chechnya dan Yordania, beliau menjadi sosok ayah bagi mereka yang mengurusi persoalan kerohanian. Sedangkan komandan militer mereka adalah Abu Mujahid Al Urduni, meskipun ia seorang komandan militer, namun ia tidak memiliki sedikitpun pengalaman kemiliteran, dan itu tidak menjadi penghalang bagi para ikhwah untuk terus semangat, berjuang dengan tulus dan berkorban.
Hal pertama yang ditanyakan oleh Khattab kepada Syaikh Fathi adalah, di mana letaknya kamp militer mereka? Maka Syaikh menjawab, “kami tidak memiliki kamp militer.” Mendengar jawaban tersebut maka kagetlah Khattab. Lantas beliau meminta kepada Syaikh agar mendatangkan 16 orang ikhwah dari penduduk setempat, maka Syaikh pun menyiapkan ke-16 orang tersebut. Kemudian Khattab berkeliling di sekitar wilayah Vedeno dan desa-desa yang berada di pesisirnya hingga menemukan sebuah desa kecil yang bernama Kharatswy, yang mana pada era Uni Soviet desa tersebut dijadikan tempat penginapan bagi para pejabat Rusia, setelah itu beliau pun mengajak ke-16 orang tersebut ke desa tersebut.