JERUSALEM (Arrahmah.com) – Sebuah istilah Arab yang digunakan untuk menjelaskan pembentukan negara Israel di tanah Palestina sebagai “malapetaka” akan diblokir dan dihilangkan dari buku-buku untuk sekolah di Israel, Menteri Pendidikan Israel, Gideon Saar mengatakan pada hari Selasa (10/5/2011) lalu.
Istilah “Nakba” digunakan dalam kaitannya dengan pembentukan Israel pada tahun 1948 setelah sebuah kampanye ‘pembersihan etnis’ terhadap Palestina dilakukan.
“Keputusan untuk mengintegrasikan gagasan ini menjadi pelajaran bagi Arab Israel beberapa tahun lalu merupakan kesalahan yang akan dikoreksi dalam buku sekolah yang saat ini sedang disiapkan untuk terbitan mendatang,” ujar Saar dalam sebuah pernyataan.
“Tidak ada alasan untuk menyajikan penciptaan dari negara Israel sebagai malapetaka dalam program pengajaran yang resmi. Sistem pendidikan yang tujuannya adalah untuk tidak menolak legitimasi negara kami, maupun tidak untuk mempromosikan tindakan ekstrimis antara Arab Israel.”
Suatu undang-undang juga telah diusulkan untuk menolak semua bantuan negara terkait dengan peringatan Nakba. Versi awal yang diusulkan oleh Menteri Luar Negeri Israel ekstremis Avigdor Lieberman akan memblokir semua kegiatan peringatan Nakba dan melaksanakan hukuman sampai tiga tahun penjara.
Israel sering mendapat kritikan internasional atas sikap ‘rasisme’ dan penganiayaan terhadap minoritas Arab, yang merupakan penduduk asli dari tanah tersebut dan merupakan seperlima dari total penduduk yang ada saat ini.
Penduduk Arab keturunan Palestina yang tetap tinggal di negeri mereka walaupun terkena kampanye ‘pembersihan etnis’ selama penciptaan Israel.
Sekitar enam juta orang palestina melarikan diri dan masih tetap ingin kembali ke rumah mereka di Palestina, namun terus mendapat tekanan dari otoritas Israel. Hal tersebut merupakan pelanggaran Hak Asasi manusia. Masih banyak orang-orang Palestina yang menyimpan kunci asli ke rumah mereka sampai hari ini.
Peringatan Hari Nakba dilaksanakan pada 15 Mei mengikuti kalender Gregorian bukan kalender Islam, Arab Palestina dan pendukung mereka di seluruh dunia berkoordinasi peristiwa Nakba yang bertepatan dengan perayaan Hari Pendirian Israel tersebut. Namun, karena ada perbedaan antara kalender Yahudi dan kalender Gregorian, maka perayaannya hanya terjadi bersamaan setiap 19 tahun sekali.
Peringatan tersebut sering ditandai oleh pidato dan reli di Tepi Barat, Gaza dan di negara-negara Arab. Pada tahun 2006, anggota Knesset Arab Israel, Dr Azmi Bishara kepada surat kabar Israel Maariv: “Hari Pendirian adalah hari libur kalian, bukan kami. Kami tandai ini sebagai hari Nakba kami, dengan tragedi yang menjatuhkan bangsa Palestina di tahun 1948.”
Hari tersebut telah diresmikan pada tahun 1998 oleh Yasser Arafat, ketika lebih dari satu juta orang berpartisipasi dalam reli dan aktivitas lainnya. Hari Nakba telah ditandai tiap tahun oleh protes yang kemudian berkembang menjadi bentrokan antara Palestina dan Angkatan Pertahanan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan pada tahun 2003 dan 2004. (sm/rasularasy/arrahmah.com)