DERNA (Arrahmah.id) – Pekerja bantuan pada Rabu (13/9/2023) memperingatkan bahwa banjir dahsyat di Libya mungkin akan memunculkan bom dan ranjau darat yang belum meledak dari konflik masa lalu setelah Badai Daniel dan runtuhnya dua bendungan di dekat kota Derna.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan bahwa timnya sedang mengevaluasi risiko yang ditimbulkan terhadap warga sipil dan tim bantuan dan penyelamatan dari gudang persenjataan dan amunisi yang tidak meledak dari perang saudara di Libya baru-baru ini serta dari bom dan ranjau Perang Dunia Kedua (PD II) yang tidak pernah meledak.
“Tim kami juga akan mengevaluasi risiko yang ditimbulkan oleh persenjataan yang tidak meledak dan gudang amunisi yang ditinggalkan di Derna untuk mencegah kematian dan cedera lebih lanjut,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Derna, yang berada di jantung bencana Libya, menyaksikan sebagian besar korban jiwa dan cedera akibat jebolnya bendungan di dekatnya pada Senin (11/9), sehingga memperbesar skala bencana tersebut.
Tahun lalu, PBB memperkirakan persenjataan yang belum meledak di Libya masih tersebar di wilayah seluas lebih dari 15 juta meter persegi.
PBB juga melaporkan bahwa 19 orang, termasuk 14 anak-anak, tewas pada 2022 akibat bahan peledak sisa-sisa perang.
Human Rights Watch menemukan bahwa setidaknya 130 orang di Libya tewas akibat persenjataan yang tidak meledak antara 2020 dan 2022.
“Pasukan yang bersekutu dengan Khalifa Hiftar memasang ranjau darat dan alat peledak improvisasi yang telah membunuh dan melukai beberapa ratus warga sipil termasuk anak-anak dan menghalangi penduduk Tripoli selatan untuk kembali ke rumah mereka,” kata Hanan Salah, direktur Human Rights Watch di Libya tahun lalu.
Komentar ICRC muncul ketika ada kekhawatiran seputar kemungkinan runtuhnya bendungan lain di negara tersebut.
Walikota kota timur laut Tocra, Mahmoud Suleiman, memperingatkan bahwa sistem pemompaan bendungan Wadi Jaza tidak berfungsi dan penghalang beton antara lembah dan bendungan mulai retak.
Dalam komentar yang dimuat di situs Afrigate News, Suleiman mengatakan bahwa hal ini merupakan bahaya besar bagi warga sipil di wilayah Bersis, sebelah timur Benghazi, dan kota-kota pesisir sekitarnya.
Pemerintahan Libya yang berbasis di timur mengatakan pada Rabu (13/9) bahwa situasinya “terkendali” menyusul laporan bahwa bendungan Wadi Jaza dan Wadi Qattara juga berisiko jebol.
Pemerintah mengatakan bendungan itu “beroperasi seperti biasa”.
Walikota Derna memperkirakan sebanyak 20.000 orang mungkin tewas akibat banjir tersebut. Ribuan lainnya dilaporkan hilang. (zarahamala/arrahmah.id)