BEIRUT (Arrahmah.com) – Libanon telah secara paksa mendeportasi hampir 2.500 pengungsi Suriah kembali ke tanah air mereka yang dilanda perang sejak Mei, Amnesti Internasional mengatakan Selasa (27/8/2019), menyerukan pihak berwenang untuk mengakhiri pengusiran.
Amnesti mengutip data dari badan Keamanan Umum Libanon dan pemerintah Libanon yang menunjukkan bahwa sekitar 2.447 warga Suriah telah diusir antara pertengahan Mei hingga 9 Agustus, kata kelompok hak asasi manusia itu dalam sebuah pernyataan seperti dilansir AFP.
Keamanan Umum Libanon pada 13 Mei mulai menerapkan perintah dari Dewan Pertahanan Tinggi Libanon untuk mendeportasi pengungsi yang memasuki negara itu secara ilegal setelah April 2019, katanya.
Tidak jelas apakah semua yang dideportasi telah masuk ke Libanon secara ilegal.
“Kami mendesak pemerintah Libanon untuk menghentikan deportasi ini sebagai masalah yang mendesak,” kata Direktur Riset Timur Tengah Amnestyi, Lynn Maalouf.
Setiap upaya untuk mengembalikan pengungsi secara paksa adalah “pelanggaran yang jelas terhadap kewajiban non-refoulement Lebanon”, katanya.
Non-refoulement adalah prinsip hukum internasional yang melarang pemerintah mendeportasi orang ke negara-negara di mana mereka akan menghadapi penganiayaan.
Negara Mediterania yang berpenduduk sekitar 4,5 juta orang itu mengatakan menampung sekitar 1,5 juta warga Suriah, yang hampir satu juta di antaranya adalah pengungsi terdaftar PBB.
Politisi Libanon secara rutin menyalahkan kemerosotan ekonomi negara dan kesengsaraan lainnya pada pengungsi Suriah dan pemerintah telah meningkatkan tekanan untuk mengirim mereka kembali.
Kelompok hak asasi manusia telah mengecam langkah-langkah untuk membuat kehidupan para pengungsi semakin sulit.
Sejak Juni, lebih dari 3.600 keluarga Suriah telah menyaksikan tempat perlindungan mereka dihancurkan di wilayah timur Arsal, menurut pihak berwenang setempat.
Rumah yang terbuat dari apa pun selain terpal kayu dan plastik tidak diizinkan.
Awal bulan ini, tentara menghancurkan 350 bangunan lebih di utara negara itu dan menangkap lusinan orang dengan dalih tidak memiliki dokumen tempat tinggal, kata kelompok-kelompok kemanusiaan. (haninmazaya/arrahmah.com)