KLATEN (Arrahmah.com) – Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar merupakan daerah rawan bencana menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera menyusun peta wilayah rawan bencana.
Wilayah yang telah dipetakan tersebut, menurut staf khusus Presiden bidang informasi, Heru Lelono akan diprioritaskan untuk mendapat penanganan awal antisipasi bencana.
“Peralatan antisipasi dini mahal, makanya harus ada perlakuan yang spesifik. Kita punya 17.504 pulau yang terdaftar, kalau semua wilayah ditangani bersamaan akan berat. Harus ada prioritas, “ ujarnya ketika mengunjungi posko pengungsian Desa Keputran, Klaten, Senin (1/11/10).
Tak jelas, mengapa sampai kini pemerintah belum juga memiliki peta dimaksud. Padahal di kalangan kampus telah dikembangkan konsep ini. Universitas Gadjah Mada, misalnya, telah memiliki peta rawan bencana di Jateng dan DIY. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi–sekarang menjadi Badan Nasional Penanggulangan Bencana–, lima tahun lalu telah merintis program ini.
Diungkapkannya, perubahan iklim ekstrim telah terjadi, sementara wilayah Indonesia sebagian besar masuk dalam wilayah rawan bencana. Karena itu, semua pihak khususnya pemerintah daerah dituntut untuk selalu waspada. “Kalau termasuk wilayah rawan bencana, bisa disikapi dengan profesional misalnya bentuk bangunan, arsitektur bangunan sipil dirancang untuk meminimalisasi banyaknya korban, “ ungkapnya.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan bencana saat ini harus lebih disikapi secara rasional. “Jangan bicara klenik lagi, “ tegasnya. Menurutnya, rentang aktivitas Gunung Merapi sudah dapat diprediksi sebelumnya sehingga kesiagaan bisa ditingkatkan.
Selain itu, Heru mengungkapkan Undang-undang seharusnya juga disesuaikan dengan banyaknya wilayah rawan bencana di Indonesia. Pasalnya, penggunaan dana pada saat kondisi darurat bencana tidak dapat disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. “Banyak Undang-undang yang harus disesuaikan terkait dengan bencana, mitigasi, penggunaan dana. Penggunaan uang memang harus secara benar, tapi jika sudah kondisi darurat harus lewat tender, bagaimana? “ ujarnya.
Disinggung terkait penyalahgunaan dana, Heru mengganggap orang yang menyalahgunakan dana merupakan orang tidak waras. “Jika ada pejabat yang mencuri uang untuk penanganan bencara saya pikir orang itu sudah tidak waras, “ cetusnya. Hal ini lantaran dana tersebut merupakan kebutuhan bersama.
Meski dilanda banyak bencana, Heru mengungkapkan belum perlu untuk dibentuk kementrian khusus yang mengurusi bencana. Pemerintah daerah, ujarnya, dapat meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi bencana di daerahnya masing-masing. “Sudah ada otonomi daerah, tidak perlu ada kementrian khusus. Semua item bencana diharapkan dapat dipenuhi pemerintah daerah, “ ujarnya. (republika/arrahmah.com)