JAKARTA (Arrahmah.com) – Kaum Lesbian Gay Bisex dan Transgender (LGBT) terus mendesak agar mereka tidak didiskriminasi. Mereka ingin memiliki hak yang sama dengan orang normal. Namun, keberadaan kaum LGBT yang semakin ingin diakui dan semakin berani berekspresi serta mempengaruhi orang lain bahwa LGBT itu hak, pilihan dan tidak-tidak normal nyatanya meresahkan para orangtua.
Anak-anak yang sedang tumbuh dewasa pun seringkali jadi korban. Tak jarang mereka yang awalnya normal menjadi “belok” karena galau akan jati dirinya.
Untuk itu, kaum LGBT diminta untuk untuk menghormati hak anak Indonesia untuk hidup sehat.
Pakar Neuropsikolog Ikhsan Gumilar mengungkapkan bahwa LGBT awalnya merasa dirinya terjebak di tubuh yang salah. Fase itu disebut fase disonansi kognitif. Ketika seseorang mengalami disonansi kognitif, orang tersebut mau tidak mau harus memecahkan kegalauannya.
Ikhsan menjelaskan, banyak cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan kegalauan tersebut. Ia pun mencontohkan ketika seseorang mengalami disonansi kognitif saat berbohong.
“Ketika mengalami saya bohong, saya rasa berbohong itu salah dan mencari cara bagaimana membenarkan hal itu. Jadi dengan begitu saya terus melakukan kebohongan,” katanya, lansir KiniNews.
Sedangkan, usia remaja merupakan usia yang paling rentan mengalami disonansi kognitif. Ketika seorang anak memasuki masa remaja, kata Ikhsan, ia akan mencari jati dirinya.
Secara psikologis, anak remaja merupakan manusia yang belum matang 100 persen. “Karena itu saya minta ke temen LGBT, secara lapangan ini yang saya temukan, saya kerap bilang tolong jangan rekrut anak-anak dan remaja,” tuturnya.
Ia pun mengatakan meski kaum LGBT menyebutnya Hak Azasi Manusia (HAM), tindakan merekrut anak-anak juga tidak bisa dibenarkan.
“Hak Anda saya hormati, tapi satu, ada berapa puluh juta anak Indonesia, mereka yang punya hak untuk hidup sehat. Dan itu yang jadi concern saya,” pungkas Ikhsan.
(ameera/arrahmah.com)