Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas
(Arrahmah.id) – Selama sepuluh tahun di bawah pemerintahan rezim ruwaibidhah, Joko Widodo, rakyat Indonesia seakan telah menyia-nyiakan waktunya yang sangat berharga. Harapan menjadi masyarakat yang maju ekonominya, sejahtera hidupnya, bermartabat pergaulan sosialnya dan beradab secara moral, seakan punah tak berbekas.
Masyarakat disuguhi prilaku badut-badut politik yang mengokohkan keberadaan politik dinasti, dan pada akhirnya menyisakan dinasti politik Fufu Fafa.
Pada 20 Oktober 2024, Jokowi akan lengser dari jabatan presiden, dan akan dilantik Presiden baru RI, Prabowo Subianto. Namun menjelang akhir masa jabatan rezim Jokowi, bukannya taubatan nasuha atas segala dosa dan kesalahannya pada rakyat Indonesia.
Dia justru mengeluarkan berbagai Kepres yang merusak kehidupan sosial dan moral masyarakat. Misalnya, keluarnya Kepres legalisasi aborsi, menghalalkan penggunaan alat kontrasepsi bagi mahasiswa dan pelajar. Di tengah masyarakat merajalela dekadensi moral, perdagangan miras, narkoba, judi, zina online, pinjol, makanan non halal, dll.
Tragisnya, baru-baru ini ada temuan produk minuman beralkohol dengan nama tuyul, tuak, beer, serta wine yang mendapat sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
Sementara kondisi politik kenegaraan, persis seperti nubuwah Rasulullah Saw, tentang ciri-ciri rezim ruwaibidhah.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَمَامَ الدَّجَّالِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه أحمد)
“Dari Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sebelum munculnya Dajjal akan ada beberapa tahun munculnya para penipu, sehingga orang jujur didustakan, sedang pendusta dibenarkan. Orang yang amanat dikhianati, sedang orang yang suka berkhianat dipercaya, dan para al-ruwaibidhah angkat bicara.” Ada yang bertanya, apa itu ruwaibidhah? RasulullahSaw bersabda, “Orang fasik yang berbicara tentang persoalan publik.” (HR Ahmad).
Menasehati Penguasa
Menurut ulama revolusioner dari Pakistan, Abul A’la Al-Maududi, segala bentuk kerusakan yang menimpa suatu negara, disebabkan oleh dua hal. Pertama, buruknya sistem pemerintahan negara. Kedua, jahatnya para pejabat negara.
Oleh karena itu, untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia haruslah dengan melakukan reformasi terhadap keduanya. Yaitu, memperbaiki sistem pemerintahan dengan menerapkan Syari’at Islam, dan mengganti pejabat negara yang bermental rusak.
Pada 29 April 2002, Majelis Mujahidin beraudiensi dengan Dr. Hamzah Haz, Wapres Megawati Sukarnoputri, di istana Wapres, Jakarta.
Misi utama delegasi Majelis Mujahidin yang terdiri dari: Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Ir. Syahirul Alim, MSc, Prof. Dr. Deliar Noor, Drs. Muhammad Thalib, Mawardi Noor, SH, Irfan S. Awwas, M. Shabbarin Syakur; adalah menyampaikan pandangan politik Majekis Mujahidin tentang situasi nasional dan internasional. Supaya pemerintah bersikap tegas terhadap segala bentuk infiltrasi dan intervensi asing yang mengganggu integritas NKRI. Selain itu, mengklarifikasi statemen Wapres Hamzah Haz, yang ikut latah menolak berlakunya syariat Islam di lembaga negara.
Selama satu jam bersama Wapres, audiensi kemudian diakhiri dengan tazkirah dari wakil ketua Ahlul Halli wal Aqdi Majelis Mujahidin, Drs. Muhammad Thalib.
“Pada kesempatan ini, kata M. Thalib mengawali, saya tidak menyampaikan analisis atau pendapat tentang hal-hal yang dilakukan dan dihadapi oleh Pak Hamzah Haz sebagai Wapres. Akan tetapi, saya hanya menyampaikan apa yang seharusnya menjadi panduan serta dasar bertindak dan berfikir sebagai pemimpin atau penguasa negara. Untuk kepentingan ini saya sampaikan ketentuan Allah dan Rasulullah sebagai berikut:
Pertama, firman Allah di dalam Al-Qur’an surat Yasin, ayat 12:
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
“Kamilah yang menghidupkan yang mati. Kamilah yang mencatat setiap perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia dan pengaruh baik atau buruk dari perbuatan itu sepeninggalnya. Semuanya itu Kami catat dengan teliti pada buku catatan amal yang mudah dibaca oleh pelakunya kelak di akhirat.” (QS. Yasin [36] : 12)
Ayat ini dengan tegas menyatakan, bahwa setiap orang bertanggung jawab atas setiap perbuatan dan perkataan yang telah dilakukannya. Pahala dan siksa yang akan diterimanya sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Pengaruh baik maupun buruk atas perbuatan atau ucapannya terhadap orang lain akan menjadi beban dan tanggung jawabnya di akhirat kelak.
Sebagai Wapres, Anda punya 200 juta lebih rakyat yang bisa dipengaruhi oleh setiap tindakan atau ucapan yang Anda keluarkan. Bila ternyata pengaruh yang melekat pada rakyat adalah perilaku yang jelek, berdosa dan menyalahi Syari’at Islam, maka dosa 200 juta rakyat Indonesia niscaya akan menjadi beban Anda.
Kedua, Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya jabatan pemerintahan itu suatu penyesalan dihari kiamat. Barang siapa mengambil dengan haknya, maka dia mendapatkan syurga, dan siapa yang mengambilnya bukan dengan haknya, maka dia masuk neraka.”
Maksud dari kalimat “mengambil dengan haknya” dalam hadist di atas ialah menjalankan Syari’at Islam. Sedangkan kalimat “mengambil bukan dengan haknya” artinya tidak menjalankan Syari’at Islam.
Ketiga, Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh Allah pasti akan mengokohkan Islam ini dengan beberapa kaum yang tidak berakhlak.” (Hr. Thabrani)
Hadits ini menegaskan, bahwa setiap muslim, betapapun rusak akhlaknya, tetap berkewajiban menegakkan Islam dan memperjuangkan syari’atnya. Karena, bukan mustahil orang-orang yang berakhlak rusak itu, bermanfaat untuk membela Islam dari rongrongan musuh-musuhnya, sehingga Islam menjadi kuat dan jaya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjauhi perjuangan penegakan Syari’at Islam, terutama bila dia memegang jabatan atau kekuasaan negara.”
Respons Wapres terhadap klarifikasi dan anjuran supaya beliau menjadi pemimpin yang bersedia menegakkan syariat Islam, cukup melegakan. Ekspresi wajah Wapres Hamzah Haz yang teduh, seakan terkesima mendengarkan tazkirah tadi.
“Saya berbahagia mendapat kunjungan ulama dan intelektual dari Majelis Mujahidin,” katanya dengan nada tulus.
Siapa tahu, nasehat dari Majelis Mujahidin ini didengar dan sampai ke telinga presiden baru RI, Jenderal (purnawirawan) Prabowo Subianto. Ataupun kepada calon Kepala daerah yang akan berkompetisi di Pilkada, November 2024 nanti. Wallahu’alam bishawab.
Yogyakarta, 6 Oktober 2024