PARIS (Arrahmah.com) – Leila Ben Ali, istri diktator terguling Tunisia, Zine Abidine Ben Ali, mengatakan adanya konspirasi dari sejumlah pejabat militer yang ingin mengakhiri kekuasaan panjangnya. Hal ini ia ungkapkan ketika meluncurkan sebuah buku di Prancis pada Kamis (21/6/2012).
Leila (55) yang dijuluki “Queen of Carthage” dan dikenal rakus akan kekuasaan dan uang, juga mengatakan dia dan suaminya sedang bersiap untuk kembali ke tanah air mereka untuk diadili.
Dalam buku tersebut, “Kebenaran Saya”, dia juga mengakui bahwa gaya hidup mencolok klan Trabelsi-nya -yang mencengkram bisnis di negara tersebut- memainkan peranan besar dalam mengakhiri 23 tahun pemerintahan Ben Ali pada Januari tahun lalu.
Kontrol mereka atas ekonomi negara Afrika utara itu sangat luas dan mereka dilaporkan memiliki saham di bank, perusahaan penerbangan, dealer mobil, stasiun radio dan televisi, dan pengecer besar.
“Di dalam keluarga saya sendiri, ada beberapa yang berlebihan – seringkali yang lebih muda dengan bebas memanjakan selera mereka untuk keuntungan dan menolak untuk menetapkan batas,” katanya dalam buku, yang ditulis dari wawancara yang diberikan pada Skype untuk wartawan Yves Derai.
“Kelemahan-kelemahan dan kesalahan keluarga saya digunakan dengan tujuan tunggal untuk menjatuhkan rezim Ben Ali.”
Leila, istri kedua Ben Ali yang berusia 21 tahun lebih muda, juga membantah dia pernah bekerja sebagai penata rambut ketika ia bertemu dengan suaminya atau memiliki kekasih yang banyak, seperti dilaporkan secara luas di media.
Leila Ben Ali tepat menyalahkan kepala keamanan suaminya, Ali Seriati, yang saat ini di penjara. Menurutnya, Seriati berada di balik sebuah plot yang menyebabkan pemberontakan, yang memicu pemberontakan Musim Semi Arab.
Dia menguraikan tahap yang ia klaim dilakukan oleh Seriati: “indoktrinasi massa, distribusi uang di daerah miskin, perekrutan penembak jitu, intensifikasi protes melalui pembunuhan yang ditargetkan, hingga pembakaran rumah-rumah warga.”
Leila juga membela larinya ia beserta suaminya ke Arab Saudi tidak akan terjadi “tanpa desakan Seriati”. Ia pun menambahkan, “Bahkan begitu kami berada di udara, suami saya pikir dia bisa kembali keesokan paginya”
Pekan lalu, pengadilan menjatuhkan hukuman pada Ben Ali, yang hadir secara in absentia, penjara seumur hidup karena untuk memimpin tindakan keras terhadap para pemrotes terhadap rezimnya.
Ia menghadapi cobaan yang tak terhitung jumlahnya dan telah dijatuhi hukuman lebih dari 66 tahun penjara pada berbagai tuduhan termasuk perdagangan narkoba dan penggelapan.
Meskipun semua itu, mantan ibu negara mengatakan dia dan suaminya sudah siap menghadapi sidang kembali jika pengadilan di tanah airnya menjamin ketidakberpihakan penilaian dan menjamin legitimasi mereka yang bertanggung jawab.
Dia tetap bungkam tentang hari-harinya di pengasingan di Arab Saudi, mengatakan ia melewati sebagian besar waktunya untuk merawat suami dan anak-anaknya.
“Saya jarang keluar, hampir tidak bertemu siapapun dan lebih banyak berdoa,” pungkasnya. (althaf/arrahmah.com)