BEIRUT (Arrahmah.com) – Pejabat keamanan Libanon memperingatkan perdana menteri dan presiden bulan lalu bahwa 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di pelabuhan Beirut menimbulkan risiko keamanan dan dapat menghancurkan ibu kota jika meledak, menurut dokumen yang dilihat oleh Reuters dan pernyataan seorang keamanan senior.
Lebih dari dua minggu kemudian, bahan kimia industri meledak dalam ledakan besar yang melenyapkan sebagian besar pelabuhan, menewaskan sekitar 200 orang, dan melukai 6.000 lebih serta menghancurkan sekitar 6.000 bangunan, menurut otoritas kota.
Sebuah laporan oleh Direktorat Jenderal Keamanan Negara tentang peristiwa yang mengarah ke ledakan termasuk referensi ke surat pribadi yang dikirim kepada Presiden Michel Aoun dan Perdana Menteri Hassan Diab pada 20 Juli.
Meskipun isi surat itu tidak ada dalam laporan yang dilihat oleh Reuters, seorang pejabat senior keamanan mengatakan, itu menyimpulkan temuan penyelidikan yudisial yang diluncurkan pada Januari, yang menyimpulkan bahan kimia perlu diamankan segera.
“Ada bahaya jika bahan ini dicuri, bisa digunakan dalam serangan teroris,” kata pejabat itu kepada Reuters (10/8/2020).
“Di akhir penyelidikan, Jaksa Agung (Ghassan) Oweidat menyiapkan laporan akhir yang dikirim ke pihak berwenang,” ujarnya, mengacu pada surat yang dikirim ke perdana menteri dan presiden oleh Direktorat Jenderal Keamanan Negara, yang mengawasi keamanan pelabuhan.
“Saya memperingatkan mereka bahwa ini bisa menghancurkan Beirut jika meledak,” ujar pejabat tersebut yang terlibat dalam penulisan surat itu dan menolak disebutkan namanya.
Kantor perdana menteri dan kepresidenan tidak menanggapi permintaan komentar tentang surat 20 Juli itu.
Jaksa Agung juga tidak menanggapi permintaan komentar oleh Reuters.
Surat tersebut bisa memicu kecaman dan kemarahan publik lebih lanjut, dan bahwa ledakan itu hanyalah contoh terbaru, jika bukan yang paling dramatis, dari kelalaian pemerintah dan korupsi yang telah mendorong Libanon ke keruntuhan ekonomi.
Ketika protes atas ledakan itu berkecamuk di Libanon pada Senin (10/8), pemerintah Diab mengundurkan diri, meskipun akan tetap sebagai pemerintahan sementara sampai kabinet baru terbentuk. (haninmazaya/arrahmah.com)