BERLIN (Arrahmah.com) – Jumlah anak-anak pengungsi yang telah hilang di negara-negara Uni Eropa sejak 2015 adalah lebih dari 96.000, dan keberadaan mereka tetap tidak diketahui, wakil ketua Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa untuk hak asasi manusia Leyla Şahin Usta mengatakan kepada wartawan.
“Di Jerman, ada 10.000 anak yang hilang. Pada 2016, jumlah anak-anak pengungsi yang bepergian ke Eropa tanpa pendamping lebih dari 63.000. Keberadaan anak-anak ini tidak diketahui,” katanya.
Jumlah pengungsi anak-anak yang tinggal di Eropa tanpa ditemani adalah 170.000, dan anak-anak ini menjadi sasaran kekerasan seksual, pemerkosaan, perdagangan manusia, kekerasan, perbudakan dan perdagangan organ manusia secara ilegal, kata wakil ketua AKP.
“Ada sekitar 1.000 anak di Perancis yang terdaftar [secara resmi] tetapi kami belum menerima kabar dari,” katanya sebagaimana dilansir Hurriyet Daily News.
“Eropa perlu mengambil langkah. Jika kita tidak bisa menyelesaikan ini, tidak peduli berapa banyak tindakan pencegahan keamanan yang kita ambil, anak-anak ini dapat muncul sebagai anggota organisasi teroris di masa depan,” klaimnya.
Usta juga menyuarakan keprihatinan tentang “gelombang rasisme yang meningkat” di seluruh dunia dan mengatakan bahwa partai-partai sayap kanan Eropa, dengan “kebijakan rasis dan wacana diskriminasi mereka,” sedang meningkat.
Partai ekstremis sayap kanan mengambil 29 persen suara di Swiss, 26 persen di Australia dan 21 persen di Denmark, katanya.
Usta menekankan bahwa Islamofobia di Eropa telah mencapai angka kritis karena “wacana diskriminasi politik Eropa.”
“Di Inggris, ada lebih dari 2.000 serangan Islamofobia pada 2017,” katanya, seraya menambahkan bahwa angka ini adalah 2.599 di AS, 950 di Jerman dan 664 di Polandia.
“Banyak negara Eropa melihat migran sebagai ancaman. Sekitar 78 persen dari Austria, 68 persen dari Norwegia dan 66 persen dari Hongaria, Portugal dan Belgia menganggap migran sebagai ancaman,” tambahnya.
(fath/arrahmah.com)