KABUL (Arrahmah.id) – Lebih dari 70 ekonom dan pakar, termasuk Peraih Nobel Joseph Stiglitz, menyerukan Washington dan negara-negara lain untuk melepaskan aset bank sentral Afghanistan dalam sebuah surat yang dikirim ke Presiden AS Joe Biden pada Rabu (10/8/2022).
Surat itu mengatakan modal asing perlu mengembalikan sekitar $9 miliar aset bank sentral Afghanistan ke Da Afghanistan Bank (DAB) untuk memungkinkan ekonomi berfungsi, meskipun ada kritik atas perilaku Taliban yang berkuasa terhadap perempuan dan minoritas.
“Rakyat Afghanistan telah dibuat menderita dua kali lipat untuk pemerintah yang tidak mereka pilih,” kata surat itu. “Untuk mengurangi krisis kemanusiaan dan mengatur ekonomi Afghanistan pada jalur menuju pemulihan, kami mendesak Anda untuk mengizinkan DAB merebut kembali cadangan internasionalnya,” ujar pernyataan, seperti dilansir Reuters.
Surat itu, juga ditujukan kepada Menteri Keuangan AS Janet Yellen, ditandatangani oleh 71 ekonom dan pakar akademis, banyak yang berbasis di Amerika Serikat serta Jerman, India, dan Inggris.
Di antara mereka adalah mantan menteri keuangan Yunani Yanis Varoufakis dan Stiglitz, seorang profesor Universitas Columbia yang menerima Hadiah Nobel di bidang ekonomi pada tahun 2001 dan berada di dewan penasihat lembaga pemikir Pusat Penelitian Ekonomi dan Kebijakan yang berbasis di Washington, yang mengorganisir surat itu.
Ekonomi Afghanistan telah jatuh jauh ke dalam krisis sejak Imarah Islam Afghanistan (Taliban) mengambil alih kekuasaan hampir setahun yang lalu ketika pasukan asing menarik diri. Pemotongan tiba-tiba dalam bantuan dan faktor-faktor lain termasuk inflasi yang didorong oleh konflik di Ukraina, telah berkontribusi, tetapi para ekonom mengatakan negara itu sangat terhambat oleh ketidakmampuan bank sentralnya untuk berfungsi tanpa akses ke dana cadangannya.
Hal ini mengakibatkan depresiasi tajam mata uang Afghanistan, mendorong harga impor, dan menyebabkan hampir runtuhnya sistem perbankan dengan warga menghadapi masalah mengakses tabungan mereka dan menerima gaji.
“Tanpa akses ke cadangan devisanya, bank sentral Afghanistan tidak dapat menjalankan fungsi normal dan esensialnya, ekonomi Afghanistan, dapat diprediksi, runtuh,” kata surat itu.
Washington dan ibu kota lainnya mengatakan mereka ingin menemukan cara untuk mengeluarkan dana untuk kepentingan rakyat Afghanistan sementara tidak menguntungkan Taliban.
Imarah Islam Afghanistan mengatakan mereka menghormati hak sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam dan pelanggaran individu akan diselidiki.
Poin-poin penting tetap ada dalam pembicaraan perbankan, khususnya atas keberatan AS terhadap penunjukan wakil gubernur bank sentral oleh Taliban yang dikenakan sanksi AS. (haninmazaya/arrahmah.id)