GAZA (Arrahmah.id) – Setidaknya 160 petugas kesehatan dari Gaza, termasuk lebih dari 20 dokter, diyakini masih berada di dalam fasilitas penahanan ‘Israel’ tempat penyiksaan dan pemerkosaan merupakan hal rutin, The Guardian melaporkan pada Senin (24/2/2025).
Menurut Healthcare Workers Watch (HWW), sebuah LSM medis Palestina, 162 staf medis masih berada dalam tawanan ‘Israel’, termasuk beberapa dokter paling senior di Gaza, sementara 24 lainnya masih hilang setelah diculik oleh pasukan ‘Israel’ dari rumah sakit selama perang. Sebanyak 179 lainnya sebelumnya ditahan tetapi telah dibebaskan.
“Penargetan ‘Israel’ terhadap tenaga kesehatan dengan cara seperti ini berdampak buruk pada penyediaan layanan kesehatan bagi warga Palestina, dengan penderitaan yang luas, kematian yang tak terhitung jumlahnya yang dapat dicegah, dan pemberantasan efektif seluruh spesialisasi medis,” kata direktur HWW Muath Alser.
The Guardian dan Arab Reporters for Investigative Journalism (ARIJ) juga telah mengumpulkan “kesaksian terperinci dari tujuh dokter senior yang mengklaim bahwa mereka diambil dari rumah sakit, ambulans, dan pos pemeriksaan di Gaza, dipindahkan secara ilegal melintasi perbatasan ke fasilitas penjara yang dikelola Israel, dan menjadi sasaran penyiksaan, pemukulan, kelaparan, dan perlakuan tidak manusiawi selama berbulan-bulan sebelum dibebaskan tanpa dakwaan.”
Di antara dokter senior yang ditahan oleh pasukan ‘Israel’ adalah Dr Hussam Abu Safiya, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, yang ditahan pada Desember.
Seorang pengacara yang mengunjungi dokter di Penjara Ofer di Ramallah mengatakan Abu Safiya telah disiksa, dipukuli, dan ditolak untuk mendapatkan perawatan medis.
Dr Mohammed Abu Selmia, direktur Rumah Sakit Al-Shifa, menjelaskan kepada The Guardian bagaimana ia disiksa oleh penjaga ‘Israel’ selama tujuh bulan penahanannya.
“Saya berbicara tentang pemukulan, dipukul dengan popor senapan, dan diserang anjing. Makanan yang tersedia sangat sedikit, tidak ada kebersihan pribadi, tidak ada sabun di dalam sel, tidak ada air, tidak ada toilet, tidak ada tisu toilet … Saya melihat orang-orang yang sekarat di sana … Saya dipukuli dengan sangat parah sehingga saya tidak bisa menggunakan kaki atau berjalan. Tidak ada hari tanpa penyiksaan.”
Dua dokter Palestina terkemuka di Gaza, Dr. Iyad al-Rantisi, konsultan dokter kandungan dan ginekolog di Rumah Sakit Kamal Adwan, dan Dr. Adnan al-Bursh, kepala departemen ortopedi di Rumah Sakit Al-Shifa, meninggal saat berada dalam tahanan ‘Israel’, mungkin karena penyiksaan.
Pada Juni, Haaretz melaporkan bahwa militer ‘Israel’ sedang menyelidiki 48 kematian warga Palestina dari Gaza yang berada dalam tawanan ‘Israel’, termasuk 36 orang yang dipenjara di pusat penahanan Sde Teiman.
Investigasi CNN sebulan sebelumnya menemukan bahwa di Sde Teiman, “dokter terkadang mengamputasi anggota tubuh tahanan akibat cedera yang diderita akibat borgol terus-menerus; prosedur medis terkadang dilakukan oleh tenaga medis yang tidak berkualifikasi sehingga mendapat reputasi sebagai ‘surga bagi pekerja magang;’ dan udara dipenuhi bau luka yang terabaikan dan dibiarkan membusuk.”
Pada Agustus, sebuah video muncul mengenai pemerkosaan massal terhadap seorang tahanan Palestina oleh para penjaga di Sde Teiman.
Al Jazeera melaporkan bahwa “video tersebut memperlihatkan tahanan tersebut dipilih dari kelompok yang lebih besar dan terbaring terikat di lantai. Korban kemudian digiring ke sebuah dinding, di mana para penjaga, menggunakan perisai mereka untuk menyembunyikan identitas mereka dari kamera, mulai memperkosanya.”
Menanggapi video yang tersebar ke publik, sejumlah politikus dan jurnalis terkemuka Israel membela para penjaga tersebut, dengan mengatakan bahwa tindakan apa pun, termasuk pemerkosaan berkelompok, diperbolehkan dalam perang melawan warga Palestina di Gaza. (zarahamala/arrahmah.id)