TRIPOLI (Arrahmah.com) – Bentrokan antara dua suku di gurun terpencil sebelang tenggara Libya telah menewaskan lebih dari 100 orang selama 10 hari terakhir, sumber mengatakan pada Selasa (21/2/2012).
Sedikitnya 113 orang dari suku Toubu dan 23 orang dari suku Zwai tewas di kota Kufra sejak pertempuran meletus pada 12 Februari, kata sumber.
“Kami dikepung selama seminggu. Sejak awal bentrokan itu, 113 orang (dari pihak kami) telah tewas, termasuk enam orang anak,” kata kepala suku Toubu, Issa Abdelmajid, kepada AFP melalui telepon.
Dia mengatakan 241 anggota sukunya yang lain mengalami terluka.
Abdelmajid, lawan mantan diktator Muammar Gaddafi yang berjuang melawan pasukan diktator dalam konflik tahun lalu, sebelumnya ditugaskan oleh Dewan Transisi Nasional (NTC) untuk memantau perbatasan tenggara Libya.
Setidaknya 23 orang dari suku Zwai juga dilaporkan tewas dan 53 orang lainnya cedera dalam bentrokan, kata sumber dari suku Zwai.
“Orang-orang dari suku Toubu dibantu oleh unsur-unsur asing dari Chad dan Sudan. Kami telah menahan beberapa orang dari Chad dan Sudan,” kata Yunus Zwai, juru bicara dewan kota Kufra.
Pada awalnya, kedua kelompok menggunakan senjata ringan, namun saat ini mereka sudah mulai menembakkan granat roket dan senjata anti-pesawat, sumber-sumber lokal mengatakan.
“Saya mengimbau kepada masyarakat internasional untuk campur tangan dan menghentikan bentrokan yang ditujukan untuk membasmi suku saya,” kata Abdelmajid.
“Kami mencoba menelepon NTC tetapi tidak ada tanggapan,” tambahnya.
Sementara itu, juru bicara NTC, Mohammed al-Harizi, mengatakan AFP bahwa thuwar Libya (anti-Qaddafi revolusioner) sedang menuju ke Kufra Selasa.
“Thuwar sedang bergerak di sana untuk mengamankan perbatasan selatan, untuk memastikan bahwa tidak ada unsur asing yang memasuki Libya dan untuk mengamankan kota Kufra,” kata Harizi tanpa mengkonfirmasi korban. Meski demikian, menambahkan bahwa situasi tetap “kritis.”
Pada hari Senin (20/2) ia mengatakan kepada kantor berita resmi Libya, LANA, bahwa situasi di Kufra “tidak tenang.”
“Ada konflik bersenjata antara beberapa anggota masyarakat. Ada beberapa yang tewas dan terluka,” kata Harizi.
Sebuah sumber NTC, tanpa menyebut nama, mengatakan bahwa menguasai rute penyelundupan adalah akar dari konflik yang sedang berlangsung di kota tersebut.
Sementara itu, Zwai mengatakan mereka yang memerangi anggota sukunya bukan suku Toubu, tetapi “unsur asing.”
“Ada tangan tak terlihat dalam pertempuran. Para anggota suku Toubu aman di rumah mereka,” katanya.
Anggota suku Toubu berkulit gelap dan berada di tenggara Libya seperti halnya di Chad, Sudan, dan Niger.
Kufra, dengan populasi sekitar 40.000 penduduk, terletak di perbatasan segitiga antara Mesir, Chad, dan Sudan. Sebelumnya, suku Toubu menghadapi diskriminasi di bawah rezim Gaddafi. (althaf/arrahmah.com)