AUCKLAND (Arrahmah.com) – Serangan teroris Selandia Baru yang menewaskan 51 jama’ah shalat Jum’at pada 15 Maret lalu, membuat pemerintah Selandia Baru mengeluarkan undang-undang reformasi senjata, di mana masyarakat sipil tidak diperkenankan memiliki senjata api semi otomatis dan beberapa jenis senapan.
Masyarakat diminta untuk menyerahkan senjata api yang mereka miliki maksimal tanggal 20 Desember mendatang. Sebagai gantinya, pemerintah akan memberi dana kompensasi sebesar 95% dari harga senjata api yang mereka serahkan.
Pemerintah Selandia Baru telah menyiapkan anggaran sebesar NZ $ 208 juta atau senilai 140,63 juta USD untuk merealisasikan undang-undang tersebut.
Lebih dari 2.000 orang telah menyerahkan 3.275 senjata api serta 7.827 suku cadang dan aksesoris yang mereka miliki. Sedangkan pihak berwenang telah mengeluarkan dana sebesar NZ $ 6 juta atau senilai 4,06 juta USD sejak pembelian kembali senjata api yang dimulai pada Sabtu (20/7/2019), seorang juru bicara kepolisian mengatakan kepada Reuters melalui telepon pada Ahad (21/7).
Polisi mengatakan mereka senang dengan respon warga Selandia Baru atas undang-undang tersebut. Pada Ahad (21/7) tercatat sebanyak 684 orang menyerahkan 1.061 senjata dan 3.397 suku cadang dan aksesoris.
Pengawas polisi Karyn Malthus mengatakan ratusan senjata api telah diserahkan di Auckland.
“Respon dari para pemilik senjata api sangat positif,” katanya dalam pernyataan yang dikirim melalui email.
Dengan populasi tidak mencapai 5 juta penduduk, diperkirakan terdapat 1,5 juta senjata api yang dimiliki warga Selandia Baru.
Menurut survei dari Small Arms, Selandia Baru berada di peringkat ke-17 di dunia dalam hal kepemilikan senjata api sipil. (rafa/arrahmah.com)