TANGERANG (Arrahmah.com) – Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra mengatakan insiden di Lapas Tangerang murni ketidaksiapan dan kelalaian Lapas dalam mengontrol lingkungan Lapas.
Menurut Azmi, Tim tanggap darurat Lapas sebagaimana peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 33 Tahun 2015 tentang pengamanan di lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan negara yang ditandatangani Oleh Menkumham Yasonna Laoly pada 15 Oktober 2015 tidak berfungsi dalam kondisi Lapas kebakaran.
“Petugas Tim tanggap darurat tidak berhasil mengamankan warga binaan atau narapidana sehingga sampai puluhan orang meninggal akibat kebakaran,” ujar Azmi melalui keterangannya, Kamis (9/9), lansir RMOL.
“Pada dasarnya, dengan pernyataan Menkumham yang mengakui tidak adanya perbaikan instalasi listrik setelah 42 tahun, ini adalah kesalahan. Maka negara harus bertanggung jawab,” lanjutnya.
Azmi menegaskan, dalam kasus ini tidak hanya Kalapas yang harus bertanggung jawab, namun Dirjen Permasyarakatan termasuk Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly harus dicopot atau mengundurkan diri.
Menurutnya, ini merupakan bentuk tanggungjawab jabatan dan moral terhadap tragedi kemanusiaan yang murni akibat kelalaian mereka sebagai pemegang kewenangan penyelengaraan pengamanan.
“Karena patut diduga akibat tidak adanya tindakan segera untuk follow up langkah kepatutan atas keadaan yang sudah diketahui tersebut. Patut diduga ini adalah kesengajaan dengan sudah diketahuinya (tapi) tidak ada perbaikan instalasi listrik selama hampir 42 tahun, padahal kondisi Lapas sudah overcrowding,” jelas Azmi.
Di sisi lain, diketahui petugas keamanan setiap hari rutin mengadakan kegiatan kontrol pengendalian lingkungan Lapas dan memberikan laporan. Artinya Kalapas dan petugas keamanan sangat tahu keadaan Lapas.
“Jika kontrol ini benar dilakukan setiap hari walaupun ada keadaan overmacht ini semestinya bisa diantisipasi. Artinya ada fakta di sini yang dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur untuk dimintai pertanggungjawaban hukum pada pihak-pihak yang punya kewenangan. Termasuk keluarga narapidana dapat menggugat,” ungkapnya.
Azmi pun meminta penelusuran yang komprehensif dan identifikasi detail atas kejadian ini.
Dalam hal ini, dia mendorong kepolisian harus terbuka kepada publik dalam menyelidiki kasus kebakaran ini secara fair dan tuntas.
“Ini menyangkut nyawa dan korbannya banyak. Banyak tangisan, duka, dan kerugian keluarga atas kasus ini. Mereka di Lapas untuk dibina, jadi harus dipastikan keamanan jiwa para narapidana. Atas kehilangan nyawa ini, negara harus tanggung jawab,” tegasnya.
Dia berharap, kejadian ini sekaligus jadi pintu untuk adanya cakrawala baru tindakan nyata guna menyelesaikan persoalan tata kelola dan kekisruhan di Lapas dan Rutan yang sudah diketahui masalahnya sangat kompleks.
Diketahui, tiga orang narapidana yang menjalani perawatan di RSUD Kota Tangerang akhirnya dinyatakan meninggal dunia. Dengan demikian, total 44 narapidana yang menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran Blok C2 Lapas Tangerang, Rabu dini hari.
(ameera/arrahmah.com)