JAKARTA (Arrahmah.com) – Upaya penggusuran di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur pada Kamis (20/8) pagi berujung bentrok antara aparat dan warga setempat. Bentrok terjadi karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memaksa untuk melakukan penggusuran dengan menyiapkan pasukan serta backhoe (alat berat yang digunakan untuk menggusur) tanpa melalui prosedur hukum yang benar, sementara warga ingin mempertahankan tanah mereka. Alih-alih berhasil membatalkan penggusuran, 26 warga Kampung Pulo dan warga Gang Banten malahan ditangkap oleh aparat kepolisian, dan hingga rilis ini dibuat masih diperiksa di Polres Jakarta Timur.
“Mereka kan diperiksa sebagai saksi. Seharusnya selesai diperiksa dipersilahkan pulang,” ungkap Handika Febrian, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Lebih lanjut Handika menyatakan, “kalau statusnya sebagai saksi, tetapi tidak boleh pulang dan masih ditahan namanya penculikan”
Rilis LBH menyebut, hingga saat ini, Jumat (21/8) pukul 03.00 WIB, penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang dengan status saksi atas tindakan perusakan barang (dalam hal ini backhoe) Pasal 170 KUHP. Mereka adalah warga RW 02, RW 03, termasuk beberapa warga sekitar Kampong Pulo.
Dalam pemeriksaan, mereka menyatakan bahwa mereka tidak turut serta dalam pembakaran backhoe, bahkan sebagian tidak menyaksikannya.
“Saya lagi pada ngumpul-ngumpul sambil ngobrol, tiba-tiba diangkut sama petugas Satpol PP. Nggak tahu apa-apa,” ujar MR (17). Beberapa warga lainnya justru ditangkap saat merekam aksi brutal Satpol PP, beberapa ditangkap saat makan siang dirumah, ada juga warga yg ditangkap saat membeli makan siang,ada juga warga yg ditangkap saat sedang menonton. Seluruh penangkapan tersebut dilakukan tanpa surat penangkapan oleh Satpol PP dan beberapa disertai dengan pemukulan saat penangkapan. Pihak keluarga yang masih terus menerus menanti pun bingung mengapa keluarga mereka bisa ditangkap padahal tidak berbuat kejahatan.
Parahnya, salah satu orang yang ditangkap mengalami penyiksaan hingga saat ini kondisi sekarat (koma) di RS Carolus. EP, salah satu dari 26 orang tersebut akibat tindakan satpol PP yang memukuli, menendangi, hingga menggotongnya seperti binatang, pembuluh darah pecah, dan patah di beberapa bagian pada muka karena dihajar pakai bambu dan sepatu. Ini sangat memilukan.
Kepolisian masih belum mau melepaskan warga. “Kami hanya menerima perintah atasan. Ini saja yang menangkap Polda. Kami hanya menerima dan melakukan pemeriksaan,” ungkap pimpinan penyidik di Polres Jakarta Timur.
Pukul 02.00 dini hari warga dan keluarga yang masih ditahan berkumpul di depan kantor Polisi melakukan aksi spontan untuk menuntut kepolisian mengembalikan keluarga mereka.
Oleh karena itu, LBH Jakarta menuntut pihak kepolisian Jakarta Timur untuk:
- Segera membebaskan warga yang telah selesai diperiksa sebagai saksi;
- Melakukan proses penegakan hukum terhadap petugas Satpol PP yang melakukan penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap warga.
(azm/arrahmah.com)