Deradikalisasi adalah mega proyek untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin dengan dalih “perang melawan terorisme”. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) adalah pimpinan proyek deradikalisasi, sementara itu beberapa lembaga, yayasan, atau tokoh-tokoh tertentu menjadi agen binaan sekaligus mitra yang menjalankan proyek tersebut. Salah satunya adalah Lazuardi Birru, sebuah organisasi binaan mantan Kadensus 88, Suryadarma yang belakangan ini aktif menyerang Islam dan kaum Muslimin. Apa dan bagaimana Lazuardi Birru serta proyek deradikalisasi ala mantan Kadensus 88 ini?
Siapa di balik Lazuardi Birru?
Lazuardi Birru, resmi berdiri pada hari Sabtu, 5 September 2009 di Aula Sakinah Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Kala itu, Suryadarma masih menjadi orang nomer satu di lembaga pemberantasan “teroris”, Densus 88, dan berpangkat Brigadir Jenderal Polisi (Purnawirawan).
Selain sebagai pendiri, Suryadarma dinobatkan juga menjadi pembina di Lazuardi Birru yang rencananya menjadi lembaga yang melakukan deradikalisasi terhadap mantan “teroris”. Dalam sambutannya ketika itu, Suryadarma mengatakan akan menunjukkan wajah Islam yang cinta damai, Islam yang jauh dari kekerasan. Sebuah bahasa kepalsuan proyek deradikalisasi.
Seorang sumber di Arrahmah.com membenarkan bahwa Suryadarma adalah board (semacam dewan pembina) di Lazuardi Birru. Peranannya memberikan arahan, nasehat tentang program-program Lazuardi Birru. Pembina juga sedikit banyak punya peran dalam membangun akses dan jaringan, baik pada sumber dana (donor, baik lembaga/individu) maupun jaringan pada resources seperti Nasir Abas dan Ali Imron, dan kawan-kawan. Karena itulah program buku atau komik Lazuardi Birru mengangkat profil kedua orang ini.
Di situs Lazuardi Birru, dipampang novel grafis berjudul “Kutemukan Makna Jihad” yang bercerita tentang tokoh binaan BNPT, Nasir Abas, dan komik berjudul “Ketika Nurani Bicara” yang bercerita tentang Ali Imron, tersangka Bom Bali I.
Memang, sejak menjadi Kepala Satgas Bom Mabes Polri, mantan Kadensus 88 ini intens bergaul dengan para tahanan “teroris” dan selalu melancarkan deradikalisasi dengan cara halus dan bahasa ‘pertobatan’. Suryadarma disebut-sebut sebagai tangan kanan Gories Mere yang memang kerap membelanya.
Gories Mere pernah menjelaskan di saat terjadi konflik antara Densus 88 dan Satgas Bom, yang ketika itu dipimpin Suryadarma. Satgas Bom di bawah Suryadarma yang bekerja sejak bom natal tahun 2000 memang tidak ditampilkan sebagaimana Densus 88 yang dilahirkan tahun 2003. Satgas bom dimaksudkan sebagai “silent warrior” yang memang harus ada di setiap Negara, ujarnya.
Ketika ditanya tentang siapa yang memberikan pendanaan kepada Lazuardi Birru, sumber Arrahmah.com yang enggan disebutkan namanya tersebut menjawab bahwa dirinya tidak tahu persis. Hanya saja ada beberapa konglomerat yang punya kedekatan dengan Suryadarma, dan tentu saja dari BNPT. Adapun mengenai siapa master mind dari Lazuardi Birru, sumber tersebut mengatakan sudah pasti ada di balik pengurus, karena para pengurus hanya sebatas pelaksana program.
Lazuardi Birru mitra BNPT hancurkan Islam
Lazuardi Birru yang berkantor di Manara Karya, Jalan Rasuna Said Kuningan, Jakarta belakangan santer namanya disebut-sebut, terutama karena gencar melakukan proyek deradikalisasi bersama BNPT.
Dana operasional BNPT sebesar Rp. 225 Miliar untuk tahun anggaran 2011 sudah tentu menggiurkan bagi siapa saja, termasuk Lazuardi Birru. Rencananya, BNPT mengajukan kenaikan anggaran di tahun 2012 nanti. Catatan hasil rapat anggaran BNPT dengan Komisi III tanggal 19 September 2011, menyebutkan bahwa Nahdatul Ulama (NU) sudah megajukan proposal 100 nama ulama di seluruh propinsi untuk ceramah keagamaan deradikalisasi. Ansyad Mbai, pimpinan proyek BNPT mengharapkan setiap masjid, dua anggota takmirnya di pihak BNPT dan bermaksud menjangkau 800 ribu masjid dan 40 ribu pesantren di seluruh Indonesia.
Seorang anggota rapat mengatakan : “Banyak rakyat yang lapor ke komisi III bilang, densus adalah alat bunuh dari asing” … Dia juga bilang bahwa BNPT jangan sampai jadi badan yang dibiayai asing untuk membunuhi dan menangkapi rakyat Indonesia. Faktanya, itulah yang terjadi!
Lazuardi Birru tentunya mendapat gelontoran dana dari BNPT sebagai mitra setianya. Pernah suatu ketika, mereka membagikan poster dan stiker bertema anti “teroris”. Mereka juga memasang poster sejumlah korban bom sejak tahun 2000 di Indonesia, dan tepat di bawah poster ada gambar Imam Samudera, Mukhlas, dan Amrozi yang disilang merah dan diberi tulisan “Mereka Bukan Pahlawan”.
Bersama induk semangnya, BNPT, Lazuardi Birru gencar melakukan deradikalisasi, terutama untuk mencuci otak ulama, ormas Islam, takmir masjid, dan kaum Muslimin pada umumnya yang belum menyadari bahaya di balik deradikalisasi.
Kiprah awalnya dilakukan pada hari Selasa, 30 November 2010. BNPT dan Lazuardi Birru menggelar proyek deradikalisasi di Hotal Alila, Pecenongan, Jakarta Pusat, dengan mengundang ratusan tokoh agama, dan tokoh masyarakat se-Jabodetabek.
BNPT menghadirkan pimpronya, yakni Ansyad Mbai sebagai keynote speaker sementara itu, Dhyah Madya Ruth, ketua Lazuardi Birru dijadikan nara sumber, bersama beberapa nara sumber lain untuk memuluskan proyek “setan” menghancurkan Islam, dengan tema “Peran Masyarakat dalam Penguatan Nilai-Nilai Islam Rahmatan lil ‘Alamien untuk Menangkal Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”.
Seorang peserta berkomentar agar para ulama yang diundang BNPT bersikap kritis terhadap proyek deradikalisasi, jangan sampai proyek itu justru menjadikan ulama corong dan juru bicara Densus 88. Para ulama yang hadir diharap tidak mau dicuci otaknya untuk menelan mentah-mentah proyek deradikalisasi, dan jangan pula tergiur dengan proyek “setan” tersebut yang pada akhirnya dapat merugikan umat Islam sendiri.
Bagi Lazuardi Birru, proyek deradikalisasi sangat menggiurkan. Apalagi workshop akhirnya merekomendasi penerbitan bulletin Jum’at, buku khutbah Jum’at, dan lainnya dengan tema-tema deradikalisasi dan penanggulangan teroris. Lazuardi Birru pun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas kecipratan proyek basah deradikalisasi. Mereka pun rajin menyelenggarakan workshop bersama BNPT, menerbitkan buku, mengeluarkan laporan, dan sejenisnya.
Melihat sepak terjang Lazuaradi Birru, organisasi binaan mantan Kadensus 88 yang juga mitra BNPT dalam proyek “setan” deradikalisasi, maka tidak aneh kalau kemudian Lazuardi Birru menuduh Arrahmah.com sebagai media on line radikal. Begitu pula dengan berbagai laporan ngawur serta proyek-proyek lainnya. Semua ini bagian dari misi musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dengan memadamkan dakwah dan jihad fie sabilillah. Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)