KANSAS (Arrahmah.id) — Allison Fluke-Ekren terancam hukuman 20 tahun penjara setelah didakwa karena memberikan sokongan kepada kelompok militan Islamic State (ISIS) sekaligus melatih lebih dari 100 perempuan guna menjadi kombatan ISIS di Suriah.
Dilansir Washington Post (6/6/2022), Fluke-Ekren (42) adalah mantan mahasiswi jurusan biologi dan guru sekolah. Perempuan tersebut meninggalkan Amerika Serikat (AS) pada 2011 dan bergabung dengan kelompok militan Anshar Shari di Libya. Dia juga sempat bermukim di Mesir dan Turki sebelum bertolak ke Suriah.
Saat bergabung dengan ISIS, dia memimpin Khatiba Nusaybah, batalion khusus perempuan yang bermarkas di Raqqa, Suriah.
Tugas utamanya, menurut para pejabat berwenang, adalah mengajar perempuan menggunakan beragam senjata, mulai dari senapan AK-47, granat, hingga rompi bom bunuh diri.
Dalam ruang sidang di Virginia, AS (7/6), dia mengaku melatih kelompok khusus perempuan. Namun, dia mengklaim tidak pernah berupaya merekrut anak-anak.
“Kami tidak pernah melatih anak-anak perempuan,” ujarnya, menurut CNN.
Beberapa perempuan yang dia latih diharapkan bersaksi atas aksinya dalam sidang putusan.
Fluke-Ekren, yang juga dikenal dengan nama alias Umm Mohammed al Amriki, bermukim di Mosul, Irak, setelah kota itu direbut para militan ISIS.
Menurut para jaksa, seorang saksi mengatakan taraf radikalisasi Fluke-Ekren “melampaui skala”. Saksi tersebut menilai dia berada pada taraf “11 atau 12” dalam skala dari satu hingga 10.
Fluke-Ekren mengaku pernah berdiskusi mengenai serangan ke wilayah AS, termasuk di universitas dan pusat perbelanjaan.
Dia “menganggap setiap serangan yang tidak menewaskan banyak orang sebagai buang-buang sumber daya”, kata seorang saksi.
Sejumlah dokumen persidangan mengungkap suami keduanya merupakan anggota Ansar Sharia, kelompok milisi yang menyerang kompleks perwakilan diplomatik AS di Benghazi, Libya, pada 2012.
Fluke-Ekren dan suaminya—yang belakangan tewas dalam serangan udara—menyusun sebuah laporan untuk pimpinan ISIS setelah menganalisa berkas-berkas AS yang diambil saat serangan di Benghazi. (hanoum/arrahmah.id)